Nguri-uri Budaya Banyumasan
PENDAHULUAN
Kebudayaan
adalah suatu hal yang urgen didalam sebuah kehidupan, karena berabad-abad
lamanya. Tentunya, berbagai model dan masalah yang mengikutinya, kini
beriringan dengan geliat perkembangan Life Style di negara kita
Indonesia. Dari kompleksitas permasalahan yang ada pada realita kehidupan
masyarakat muncul berbagai benturan antara budaya lokal dan budaya barat.
Berbagai upaya dan forum diskus dilakukan untuk menyeimbangkan kedua kubu
tersebut. Budayawan dan para pemerhati kearifan lokal yang memiliki greget untuk
nguri-uri budaya dan melestarikan aspek-aspek kekhasan suatu daerah,
kini di pandang sebagai sosok menjembatani problematika tersebut. Banyumas
merupakan salah satu daerah yang kaya akan kultur dan budaya, tetapi sekarang
haruslah memupuk, melestarikan dan mengembangkannya. Essay ini mengantarkan
kepada salah satu cara hangat yang imajinatif dan tarik ulur jiwa entrepreneur
dalam menanggapi realita Local Wisdom dan peran strategisnya, khususnya di
Banyumas.
Budaya dan Banyumasan
Budaya
merupakan satu kata yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah negara termasuk
Indonesia yang merupakan negara majemuk dengan multiculture terbesar di dunia. Negara kita memiliki lebih 17.000
pulau dari Sabang sampai Marauke yang memliki budaya yang berbeda-beda. Budaya atau
kebudayaan itu sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena semua aspek dalam kehidupan
masyarakat dapat dikatakan sebagai wujud dari kebudayaan, misalnya gagasan atau
pikiran manusia, aktivitas manusia, atau karya yang dihasilkan manusia. Dalam
bahasa arab Tsaqofah berarti budaya[1],
dan madaniyyah berarti berbudaya[2].
Maka sering kita dengar kata-kata bagaimana kita bisa menjadikan
negarara/bangsa yang madani, karena madani didalam bahasa indonesia berarti
menjunjung tinggi nilai, norma, hukum, yang di topang oleh penguasaan iman,
ilmu, dan teknologi yang berperadaban[3].
Budaya
merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia[4].
Merupakan
suatu hal yang sangat penting bagi manusia di dalam memahami, mengaplikasikan, dan
memanfaatkan budaya. Karena dengan kebudayaan manusia dapat memahami
lingkungannya, menguasai, memahami, mengklasifikasikan gejala yang tampak
sekaligus menentukan strategi terhadap lingkungannya[5].
Sekarang ini kebanyakan masyarakat sudah terprogram untuk bekerja,
pulang untuk beristirahat, dan bangun pagi untuk bekerja lagi. Kegiatan inilah
yang berulang-ulang pada masyarakat. Teknologi yang modern juga membuat manusia
seolah-olah mampu untuk hidup sendiri dan tidak membutuhkan manusia lagi.
Kekosongan acara kumpul-kumpul telah digantikan dengan menonton tv, bermain Hp,
Play Station, dan yang sangat ngetrend
sekarang ini adalah bermain di dunia maya terutama face book.
Manusia sibuk dengan aktivitasnya sendiri tanpa disadari budaya kita
yang suka beramah-tamah dengan orang lain sudah mulai musnah dari diri kita.
Budaya gotong royong juga sudah mulai pudar, yang disebabkan masyarakat
Indonesia sudah individualistik, yaitu setiap orang tidak lagi memikirkan orang
yang ada disekitarnya, tetapi hanya memikirkan dirinya sendiri. Hal yang
mengherankan lagi adalah indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama islam
dan di kenal sebagai masyarakat yang menjunjung nilai-nilai keagamaan[6],
di akui maupun tidak nilai-nilai keagamaan sudah mulai terkikis dalam praktik.
Hal ini juga sangat terasa di banyumas, Jawa Tengah. Sebuah
daerah yang berdiri pada tahun 1582[7]
itu sudah memberikan indikasi bahwa nilai-nilai mulia dalam sikap dan watak
mulai terkikis. Indikator riil-nya adalah kearifan lokal berupa tradisi,
budaya, dan kesenian banyumas yang makin hari makin membias.
Setiap masyarakat memiliki
kebudayaan yang bersifat khas, yang membedakan antara masyarakat satu dengan
masyarakat lainnya. Kebudayaan bagi masyarakat dapat berfungsi sebagai rujukan
berperilaku maupun proses sosialisasi nilai dari satu generasi kepada generasi
berikutnya. Kebudayaan juga sering menjadi tolok ukur dinamika perubahan yang
terjadi di masyarakat. Apakah masyarakat mengalami kemajuan atau kemunduran,
kerap dilihat dari bagaimana proses berkebudayaan di masyarakat itu.
Kabupaten Banyumas memiliki
karakteristik khas, baik secara geografis maupun sosial kultural. Secara
geografis, ketika menyebut Banyumas maka akan menunjuk pada kabupaten dan eks
karesidenan Banyumas. Potensi kewilayahan yang sering dijadikan trade mark kabupaten
Banyumas antara lain, Gunung Slamet, Sungai Serayu, serta wana wisata
Baturraden. Secara kewilayahan, Banyumas juga merupakan eks karesidenan yang
meliputi kabupaten Banyumas, kabupaten Purbalingga, kabupaten Banjarnegara, dan
kabupaten Cilacap. Posisi yang strategis tersebut menjadikan Banyumas sebagai
wilayah yang relatif lebih berkembang dibanding kabupaten lain.
Secara sosial kultural ketika menyebut
Banyumas, maka akan menunjuk kepada berbagai potensi interaksi sosial, kuliner,
dan seni budaya. Masyarakat Banyumas dikenal sebagai masyarakat yang egaliter
dalam berinteraksi. Egalitarian[8]
masyarakat Banyumas dapat dilihat dari cara bertegur sapa dan mengungkapkan
pendapat. Masyarakat Banyumas dikenal sebagai masyarakat yang kurang begitu
memperhatikan stratifikasi sosial, sehingga terkesan tidak etis. Bahasa yang
digunakan pun adalah bahasa atau dialek[9].
Wilayah
Banyumasan secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu wilayah Banyumasan Utara
yang terdiri dari Brebes, Tegal dan Pemalang, serta wilayah Banyumasan Selatan
yang mencakup Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Hal ini
merupakan implikasi dari regionalisasi yang dilakukan pada zaman dahulu.
Walaupun terdapat sedikit perbedaan (nuansa) adat-istiadat dan logat bahasa,
tetapi secara umum daerah-daerah tersebut dapat dikatakan "sewarna",
yaitu sama-sama menggunakan Bahasa Jawa Ngapak-Ngapak dan sama-sama
berbudaya Penginyongan.
Ahmad tohari, di dalam kegundahannya
mengatakan:
“Dalam
kenyataan sehari-hari keberadaan basa banyumasan termasuk dialek lokal yang
sungguh terancam. Maka kita sungguh pantas bertanya dengan nada cemas, tinggal
berapa persenkah pengguna basa banyumasan 20 tahun ke depan? Padahal, bahasa
atau dialek adalah salah satu ciri utama suatu suku bangsa. Jelasnya tanpa basa
banyumasan sesungguhnya wong penginyongan boleh dikata akan terhapus dari peta
etnik bangsa ini. Kekhawatiran belau lainnya: mana
bacaan teks-teks lama Banyumasan seperti babad-babad Kamandaka, misalnya, malah
lebih banyak ditulis dalam dialek Jawa wetanan. Jadi sebuah teks yang cukup
mewakili budaya dan semangat wong penginyongan harus segera disediakan.”
Pernyataan
beliau sangat berhubungan dengan sebuah pepatah jawa yang mengatakan: “basa
iku busananing bangsa” (bahasa itu pakaiannya suatu bangsa). Artinya cara
berbahasa seseorang menunjukkan tingkat budaya bangsa yang bersangkutan[10].
Jadi, ini adalah sebuah tantangan nyata yang harus dihadapi. Akankah
ngapak-ngapak banyumasan tetap eksis di dalam mewarnai indahnya lokalitas
bahasa? Jawabannya ada pada Wong Banyumas itu sendiri.
Dari
segi kekayaan budaya dan kearifan lokal banyumas, dapat di klarifikasikan
sebagai berikut:
- Tradisi wong
Banyumas
Berbicara
tentang tradisi yang ada di banyumas, akan lebih baik jikalau kita hubungkan
dengan upacara tradisional dikenal, antara lain Nyadran[11],
Suran, Jamasan[12](baca:
jamasan jimat), dan Sedekah Bumi
- Kesenian banyumas
Ragam seni budaya
Banyumas juga cukup banyak dan budaya Banyumasan dapat dibedakan dalam lima
kategori, yaitu kesenian, bahasa (di paparkan pada bab tersendiri) dan sastra,
upacara adat, peninggalan purbakala, dan pakaian adat. Kasan Kohari (2009) mengidentifikasi
adanya 22 jenis kesenian dan 8 bentuk upacara adat yang ada di Banyumas.
Diantara kesenian Banyumas yang sampai saat ini masih dikenal adalah
Ø Calung
Ø Lengger
Ø Sintren
Ø Ebeg
Ø Begalan
Ø Buncis
Ø Cowongan
Ø Kentongan.
- Bahasa Banyumasan
Bahasa Banyumasan
atau sering disebut Bahasa Ngapak adalah kelompok bahasa bahasa Jawa yang
dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah, Indonesia. Beberapa kosakata dan
dialeknya juga dipergunakan di Banten utara serta daerah Cirebon-Indramayu.
Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal
ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna
(Kawi). Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini
disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di
wilayah Banyumasan. Seorang ahli bahasa Belanda, E.M . Uhlenbeck, mengelompokan
dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah
sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan,
Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah
(Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian
Timur. Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa
Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan
(ngapak-ngapak).
Secara
geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar
wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat
bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini
menarik untuk dikaji secara historis. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek
Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan
yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo
orang makan 'sego' (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Selain
itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh
dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak
dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan
dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.
- Ke-khasan banyumas
Ada yang unik dibanyumas selain 3 hal di
atas, yaitu dari segi makanan banyumas terkenal dengan mendoan dan keripik
tempe nya. Dan dari segi pertanian banyumas terkenal dengan sentra penghasil
gula jawa terbesar, dan dari jenis pekerjaanya (pengrajin gula) sering di kenal
Penderes. Penderes, gula jawa, mendoan, keripik tempe dan lain-lain.
Berikut adalah gambar-gambarnya:
Sedangkan Masalah muncul berkaitan
dengan pelestarian dan proses regenerasi kesenian di Banyumas. Perkembangan
pesat di bidang media komunikasi dan hiburan menyebakan kesenian tradisional
menjadi terpinggirkan. Masyarakat lebih menikmati media komunikasi modern,
seperti televisi, film, dan internet ketimbang media komunikasi tradisional,
seperti kesenian Ebeg, misalnya. Para pemain ebeg juga terdiri dari orang
dewasa, sehingga menimbulkan permasalahan dalam proses regenerasi. Penderes pun
sama, akan mengalami titik dimana kelangkaan penerus penderes yang akhir-akhir
ini jarang sekali anak muda yang profesinya menjadi penderes dan mereka lebih
condong untuk kerja sebagai karyawan, kuli, di kota-kota/ bahkan pergi keluar
negeri.
- Objek Wisata
Wilayah Banyumasan memiliki beberapa
tempat wisata andalan, kebanyakan berupa keindahan alam seperti gua, air terjun
dan wana wisata. Yang ada di Banyumas : Baturaden, Curug Cipendok, Masjid
saka tunggal, pancuran pitu, mata air panas Kalibacin.
LOCAL WISDOM
ENTREPRENEURSHIP
Apabila
sebuah kota berkembang maju dan penduduknya padat (banyak), maka murahlah harga
barang kebutuhan primer seperti makanan pokok. Dan menjadi mahal harga-harga
barang kebutuhan sekunder (pelengkap), apabila penduduk suatu daerah sedikit
(seperti desa) dan lemah peradabannya, maka terjadilah kesebalikannya (harga
menjadi mahal)[16]. Itulah
salah satu pemikiran Ibnu Khaldun, adalah seorang sejarawan muslim dari tunisia
dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu Historiografi, Sosiologi,
Ekonomi. Dalam karyanya yang terkenal yaitu Muqaddimah (Pendahuluan).
Hal ini sangatlah perlu di cermati sebagaimana ibnu khaldun mencermati dengan
jeli dan ulet dalam teori supply and
demand-nya..
Salah
satu upaya untuk memberdayakan potensi ekonomi Indonesia, khususnya di Banyumas
serta upaya membangun masyarakat mandiri adalah melahirkan wirausahawan baru[17].
Istilah wirausaha adalah padanan kata dari istilah asing entrepreneurship. Entrepreneur
maknanya kurang lebih sama dengan Organizer.[18]
Wirausahawan bisa di katakan sebagai anyyone who bought and sold at
uncertain price.[19]
Lebih lanjut
menurut Sandi Uno[20],
kewirausahaan adalah sebuah pola pikir.
Kewirausahaan seperti menjadi sebuah ide yang menyebar luas terutama di
kalangan anak muda. Sandi Uno melihat bahwa anak muda memiliki sikap dinamis
dan penuh gairah atau semangat. Dinamisme dan semangat itu pada gilirannya akan
membuat masa depan dunia wirausaha di kalangan pemuda menjadi lebih cerah.
Menurutnya, kombinasi antara kerja keras (working hard), kerja cerdas (working
smart) dan serta bermain sungguh-sungguh (playing hard) semakin
bergeser dari tren musiman menjadi gaya hidup. Bagi Sandi, kalau keadaan ini
terus berlangsung bahkan terus ditingkatkan, dapat dipastikan bahwa prospek
bisnis dan perekonomian Indonesia juga makin cerah.
Menanamkan
jiwa entrepreneur (wirausaha) perlu dilakukan dengan mengembangkan dan
memanfaatkan kearifan lokal (local wisdom). Hal ini adalah sebuah
metode paling ideal dan paling mujarab. makna dari kearifan lokal yakni dapat
memanfaatkan dan mengelola apa yang ada di daerah masing-masing untuk
memperoleh keuntungan seperti budaya, sumber daya. Sekecil apapun kalau kita
kreatif dan mau berusaha, akan menjadikan sekitar kita sebagai sesuatu yang
menguntungkan.
Banyak
sekali kekayaan di sekitar kita yang mampu mensejahterakan diri sendiri maupun
orang lain. Hal ini sangat mugkin dan bisa merupakan sumber daya manusia yang
tidak bisa di habiskan leh zaman pada intinya. Apapun yang ada di sekitar kita
dikelola, kemudian menghasilkan keuntungan. Itulah jiwa entrepreneur yang berpedoman
kearifan lokal. Dengan mengembangkan kearifan lokal, maka dapat tercipta jiwa entrepreneur.[21]
Jiwa enterepreneur secara otomatis akan mampu melihat Peluang dari
budaya lokal dalam memperkokoh budaya bangsa, antara lain :
- Keanekaragaman budaya bangsa, mampu memperkokoh
rasa persatuan
Rasa persatuan akan muncul ketika
masyarakat mulai menyadari dan memahami perbedaan budaya, sehingga akan mucul
sikap saling menghormati satu sama lain. Semakin beranekaragam budaya yang ada
akan semakin meningkatkan rasa saling menjaga, sehingga mampu memperkokoh rasa
persatuan yang ada. Dengan demikian budaya lokal mampu memperkokoh budaya
bangsa.
- Pengembangan kegiatan pariwisata
Budaya lokal Indonesia yang khas dan
unik sering kali menjadi daya tarik tersendiri dan mampu menarik perhatian para
wisatawan mancanegara. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan
devisa negara dengan memanfaatkan budaya sebagai objek wisata yang
pengelolaanya baik. Dengan demikian, selain tetap melestarikan budaya bangsa,
juga meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Akan tetapi hal ini juga
harus diwaspadai karena banyaknya aksi pembajakan budaya yang mungkin
terjadi. Contoh: Baturaden adalah ikon tersendiri bagi banyumas, hal ini akan
menjadi omzet yang besar bagi pemerintah daerah dan bisa mensejahterakan wong
banyumas.
- Multikuturalisme
Indonesia dengan kekayaan
multikulturismenya memberikan peluang bagi upaya kebangkitan etnik dan budaya
lokal yang dimilikinya, dengan demikian juga dapat mengangkat harkat budaya
bangsa sevara nasional. Oleh karena itu diperlukan adanya pendidikan budaya dan
komunikasi antar budaya, agar tidak timbul perselisihan antar budaya yang dapat
meruntuhkan budaya bangsa, bahkan seharusnya justru diupayakan untuk
meningkatkan intregitas bangsa, begitupun Banyumas.
- Penyelenggaraan pameran budaya, atau event-event
tentang kebudayaan Indonesia, sekaligus memperkenalkan budaya asli
Indonesia masyarakat dunia.
Kegiatan ini selain dapat menggali
seluruh potensi budaya lokal masing-masing daerah di Indonesia, juga dapat
dijadikan sebagai motivasi masing-masing daerah untuk melestarikan budayanya.
Selain itu juga untuk memperkenalkan buddaya asli bangsa dan sekaligus sebagai
langkah untuk pengakuan atas hak budaya (hak paten), sehingga tidak memberikan
kesempatan kepada negara lain untuk mengakui budaya kita sebagai budaya mereka.
Tantangan untuk
menerapkan budaya lokal dalam memperkokoh budaya bangsa antara lain
- Pengaruh diproklamirkannya globalisasi bagi
seluruh dunia dan masuknya budaya asing.
Sistem globalisasi yang memberikan
kemudahan terhadap setiap orang untuk masuk dan keluar dari suatu negara tertentu
dapat membawa dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak negatifnya
adalah masyarakat lokal khususnya Indonesia yang begitu mudah mengadopsi budaya
asing sehingga dapat melunturkan budaya lokalnya. Oleh karena itu perlu adanya
kebijakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terkait
kelestarian kebudayaan lokal ini.
- Pengembangan dan pembangunan yang tertumpu di
daerah perkotaan.
Proses pengembangan dan pembangunan
wilayah yang terpusat di daerah perkotaan menyebabkan daerah pedesaan semakin
jauh tertinggal. Dengan demikian juga menutup kesempatan bagi masyarakat desa
dalam mengembangkan budayanya. Sehingga budaya lokal tidak mengalami perkembangan
dan tidak menutup kemungkinan justru akan mengalami kemunduran.
- Perubahan lingkungan fisik alam
Alam bersifat dinamis, dimana dapat
mengalami perubahan dan perkembangan setiap waktu. Perubahan lingkungan fisik
alam ini menjadi tantangan tersendiri bagi suatu negara untuk mempertahankan
budaya lokalnya. Karena seiring perubahan lingkungan alam dan fisik, pola pikir
serta pola hidup masyakrkat juga ikut berubah. Sehingga budaya yang telah
turun-menurun menjadi anutan perlu tetap dilestarikan.
- Penemuan dan kemajuan teknologi
Pada dasarnya teknologi dalam
kehidupan sehari-hari banyak memberikan manfaat, tetapi di sisi lain kemajuan
teknologi ternyata dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
ditinggalkannya budaya lokal. Misalnya, sistem sasi yaitu suatu budaya lokal
masyarakat di daerah Maluku dan Irian Jaya dalam mengelola sumber daya alamnya,
yang belakangan ini mulai ditinggalkan karena telah mengadopsi teknologi baru
dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Padahal sistem ini mengatur tata cara
serta musim penangkapan ikan secara tradisional. Tapi hal itu kini sudah jarang
ditemukan.
Kesimpulan
Budaya lokal masing-masing daerah memegang peranan
penting bagi kelangsungan dan kelestarian budaya nasional bangsa. Dalam
perkembangannya, budaya merupakan suatu unsur yang bersifat dinamis, artinya
dapat mengalami perubahan sesuai dengan pengaruh yang mengenainya. Dalam
perkembangannya, budaya lokal memiliki beberapa kekuatan, kelemahan, peluang
juga tantangan. Semua aspek ini memberikan dampak yang positif maupun negatif.
Oleh karena itu dibutuhkan tindakan dan kebijakan yang tepat untuk tetap
memelihara budaya lokal sehingga dapat memperkokoh budaya bangsa.
Banyumas adalah gudangnya kearifan lokal dan budaya, akan
menjadi maju, dan menampakkan sayapnya ke bumi nusantara apabila Wong
Banyumas berjiwa entrepreneur yang memiliki kreativitas melestarikan,
mengaplikasikan, dan memarketingkan banyumasan baik dari sisi
bahasa, kesenian, tarian, tradisi, objek wisata di kancah nasional maupun
internasional.
Masuknya teknologi baru dan budaya asing harus dapat
disesuaikan dengan budaya lokal yang dianut oleh masyarakat setempat. Pengaruh
negatif dari masuknya kedua aspek tersebut seharusnya dapat diminimalkan. Pada
kenyataannya, budaya masyarakat yang berkembang saat ini telah mendapat
pengaruh dari budaya asing. Oleh karena itu, perlu diupayakan usaha untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian budaya
lokal agar jati diri bangsa tetap terjaga dan lestari.
Sebagai
usaha untuk mempertahankan kelestarian budaya lokal, kita perlu melakukan
tindakan-tindakan yang dapat menumbuhkan kembali kecintaan terhadap budaya
lokal. Tindakan itu antara lain :
- Pendidikan
mengenai budaya lokal lebih diperhatikan, sebagai contoh di kurikulum pendidikan,
jam mata pelajaran untuk mengenal budaya daerah ditingkatkan.
- Adanya
peraturan khusus yang melindungi, menjaga dan menjamin kelestarian budaya
lokal, termasuk pengakuan bahwa budaya tersebut merupakan milik kita yang
dapat direalisasikan dalam bentuk hak paten.
- Pemerintah
lebih memperhatikan, menyaring, dan mengevaluasi teknologi dan budaya
asing yang masuk ke Indonesia.
- Pengadaan
event-event dan atraksi yang mengeksplor budaya lokal untuk nguri-uri dan
agar lebih dikenal dan dicintai.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-munawir digital translator,
program version 2010 Al-Wustho Research
Ebta Setiawan, KBBI -Kamus Besar
Bahasa Indonesia Versi 1.1 dengan mengacu pada data dari KBBI Daring ( edisi
III) diambil dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/
Deddy Mulyana dan
Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan
Orang-Orang Berbeda Budaya. (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2006) hal.25
Asmoro Achmadi. Filsafat dan
Kebudayaan Jawa Upaya Membangun
Keselarasan Islam dan Budaya Jawa. (Sukoharjo, CV Cendrawasih,
2004). Hal. 9
Ainurrafiq, Fahmi Arif.
Islam, Pendidikan dan Perempuan, (Yogyakarta: Jurnal Musawa UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol VI/, No. 01/2008) hal. 14
M. Warmin R. Sudarmo,
Bambang S. Purwoko. Sejarah Banyumas Dari Masa Ke Masa, (Jakarta: tidak ada
nama penerbit, Tanpa Tahun) hal. iv
Budiono Herusatoto. “Banyumas,
Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak”. (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara,
2008) hal. 7
Gambar di ambil dari https://www.google.com/search?q=gambar+budaya+banyumas
di akses pada Sabtu, 05 Oktober 2013
Gambar di ambil dari https://www.google.com/search?q=penderes+cilongok
di akses pada Sabtu, 05 Oktober 2013
Gambar di ambil dari https://www.google.com/search?q=keripikdanmendoan
di akses pada Sabtu, 05 Oktober 2013
FoSSEI;
Soal Temilnas XII, (Solo, Ums-Uns 2012) Hlm. 3
Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad
Safei. “Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, strategi, sampai
Tradisi”. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) hal. 47
Lihat, “The World
book encyclopaedia”, jilid 10 (chicago: field enterprises education
corporation, 1964), hal. 192
David L shills (ed),
International Encyclopaedia social ofscienes, jilid 5-6 (new york:
McMillan,1972), hal. 87-90.
IDWirausaha, “Kewirausahaan dan UMKM adalah Sebuah Pola
Pikir”, diakses dari http://idwirausaha.com, pada tanggal 18
November 2012 pukul 21.50.
Saifullah
Yusuf (gus ipul) didalam sebuah Seminar Nasional ``Local Wisdom
Entrepreneurship`` di Kampus Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya,
Rabu (24/10/2012). Di akses dari http://birohumas.jatimprov.go.id/index.php?mod=watch&id=1637
pada : Senin, 01 oktober 2013
[1] Al-munawir digital translator, program version 2010 Al-Wustho
Research
[2] Ibid,.
[3] Ebta Setiawan, KBBI -Kamus Besar Bahasa
Indonesia Versi 1.1 dengan mengacu pada data dari KBBI Daring ( edisi III)
diambil dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/
[4] Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi
Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya.
(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2006) hal.25
[5] Asmoro Achmadi. Filsafat dan Kebudayaan Jawa Upaya Membangun Keselarasan Islam dan Budaya Jawa. (Sukoharjo,
CV Cendrawasih, 2004). Hal. 9
[6] Ainurrafiq, Fahmi Arif. Islam, Pendidikan dan Perempuan, (Yogyakarta:
Jurnal Musawa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol VI/, No. 01/2008) hal.
14
[7] M. Warmin R. Sudarmo, Bambang S. Purwoko. Sejarah Banyumas Dari
Masa Ke Masa, (Jakarta: tidak ada nama penerbit, Tanpa Tahun) hal. iv
[8] Suatu pandangan bahwa manusia itu di takdirkan sama derajat.
[9] Budiono Herusatoto. “Banyumas, Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak”.
(Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara, 2008) hal.
[10] Ibid., hal. 7
[11] Upacara
ini dilakukan oleh orang Jawa pada bulan Jawa-Islam Ruwah sebelum bulan Puasa, Ramadan, bulan di mana mereka
yang menganut ajaran Islam berpuasa. Upacara sadran ini
dilakukan dengan berziarah/mengunjungi
ke makam-makam untuk mendoakan orang yang sudah meninggal dan menabur
bunga (nyekar). Selain itu upacara ini juga dilaksanakan oleh orang Jawa
yang tidak menganut ajaran Islam pula.
[12] Jamasan jimat adalah
upacara ritual untuk membersihkan benda-benda pusaka, seperti keris, tombak, dn
sebagainya. Ritual jamasan jimat dilakukan setiap tahun pada bulan Sura. Sampai
saat ini, ritual jamasan jimat masih dilaksanakan di desa Kalisalak, Kabupaten
Banyumas.
[13] Gambar di ambil dari https://www.google.com/search?q=gambar+budaya+banyumas
di akses pada Sabtu, 05 Oktober 2013
[14]Gambar di ambil dari https://www.google.com/search?q=penderes+cilongok
di akses pada Sabtu, 05 Oktober 2013
[15]Gambar di ambil dari https://www.google.com/search?q=keripikdanmendoan
di akses pada Sabtu, 05 Oktober 2013
[16]FoSSEI; Soal Temilnas XII,
(Solo, Ums-Uns 2012) Hlm. 3
[17] Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad
Safei. “Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, strategi, sampai
Tradisi”. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) hal. 47
[18] Lihat, “The World book
encyclopaedia”, jilid 10 (chicago: field enterprises education corporation,
1964), hal. 192
[19] David L shills (ed),
International Encyclopaedia social ofscienes, jilid 5-6 (new york:
McMillan,1972), hal. 87-90.
[20]IDWirausaha, “Kewirausahaan dan UMKM adalah Sebuah Pola
Pikir”, diakses dari http://idwirausaha.com,
pada tanggal 18 November 2012 pukul 21.50.
[21] Saifullah Yusuf (gus ipul), di dalam
sebuah Seminar Nasional ``Local
Wisdom Entrepreneurship`` di Kampus Universitas Dr. Soetomo
(Unitomo) Surabaya, Rabu (24/10/2012). Di akses dari http://birohumas.jatimprov.go.id/index.php?mod=watch&id=1637
pada : Senin, 01 oktober 2013
Post a Comment for "Nguri-uri Budaya Banyumasan"