Sejarah Berdirinya Thariqah Naqsyabandiyah al-Khalidiyah Kedung Paruk
By: Windi Astuti diolah dari Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr
Thariqah
Naqsyabandiyyah al-Khalidiyah adalah salah satu thariqah mu’tabarah yang
mempunyai silsilah (guru) thariqah sampai Rasulullah Saw, melalui mursyid akbar
(guru besar) thariqah Syeikh Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari
Naqsyabandi.[1]
Di
Kedung Paruk, thariqah ini diajarkan oleh Hadratus Syeikh Muhammad Ilyas bin
Aly yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Guru Ilyas tahun 1864 M. Semula
beliau hanya mengajarkan thariqah ini di Gerumbul Kedung Paruk Desa Ledug
Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas (Purwokerto). Namun perkembangannya
meluas sampai Sokaraja dan daerah-daerah sekitar (Karisidenan) Banyumas.
Penerus
dan pengembang thariqah yang diajarkan oleh Mbah Guru Ilyas di Kedung Paruk
adalah putra beliau dari istri Kedung Paruk Nyai Zainab (cucu As Syeikh Abdus
Shomad/ Mbah Jombor), yaitu Syeikh Muhammad Abdul Malik, sedang yang di
Sokaraja adalah putra beliau dari istri Sokaraja Nyai Khatijah (putri Kiai Abu
Bakar Penghulu Landrat/ Peradilan Agama), yaitu Syeikh Muhammad Affandi.
As
Syeikh Muhammad Ilyas (Mbah Guru Ilyas), memperoleh ijazah sebagai mursyid
thariqah dari As Syeikh Sulaiman Zuhdi Al Makki di Jabal Qubes Makkah Saudi
Arabia. Beliau berguru memperdalam ilmu tashawuf dan berbagai disiplin ilmu
lainnya di tanah suci selama +-40 tahun. Mbah Guru Ilyas adalah salah satu
khalifah dari sembilan khalifah (yang mendapat amanah mengajarkan dan
menyebarluaskan thariqah di tanah jawa khususnya dan nusantara Indonesia pada
umumnya, dari sang guru As Syeikh Sulaiman Zuhdi Al Makki). Selama +- 48 tahun
(1864-1912) Mbah Guru Ilyas mengemban amanah mengajarkan dan menyebarluaskan
thariqah Naqsyabandiyyah al-Khalidiyah di sekitar (Karsidenan) Banyumas.[2]
Beberapa
saat sebelum Mbah Guru Ilyas wafat (tahun 1333 H/1912 M), kemursyidan Thariqah
Naqsyabandiyyah Khalidiyah Kedung Paruk diamanahkan kepada As Syeikh Muhammad
Abdul Malik dan kemursyidan di Sokaraja diamanahkan kepada As Syeikh Muhammad
Affandi. Mbah Guru Ilyas wafat dalam usia -+ 147 tahun dimakamkan di komplek
Pondok Thariqah Sokaraja Lor.
As
Syeikh Muhammad Abdul Malik yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Malik,
disamping mengajarkan (mursyid) thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah juga
mengajarkan (mursyid) thariqah Syadziliyah dua thariqah terbesar di Indonesia
dan As Syeikh Muhammad Abdul Malik dikenal sebagai Guru Besar Thariqah An
Naqsyabandiyah dan Thariqah As Syadziliyyah Indonesia. Memperoleh ijazah
mursyid thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah langsung dari sang ayah As Syeikh
Muhammad Ilyas, sedang ijazah mursyid thariqah Syadziliyyah diperoleh dari Al
Qutub Al’Arif Billah As Sayyid Ahmad Nahrawi Al Makki Makkah Saudi Arabia. Di
samping itu Mbah Malik juga pengamal Thariqah Qadiriyyah, Alawiyyah dan
lainnya, konon Mbah Malik mengamalkan 12 Thariqah. Setidaknya empat thariqah
Naqsyabandiyah Khalidiyah, Syadziliyah, Qadiriyyah dan Awwaliyyah yang
dikenalkan dan diajarkan kepada penerus-penerusnya.[3]
Thariqah
Naqsyabandiyah al-Khalidiyah diturunkan (kemursyidannya) kepada Syeikh Abdul
Qadir (cucu Mbah Malik) dan dua thariqah terbesar (Naqsyabandiyyah Khalidiyah
dan Syadziliyah) diturunkan (kemursyidannya) kepada murid kesayangannya, yaitu
Alhabib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, Pekalongan Rais ‘Am
Jam’iyyah At Thariqah Mu’tabarah An Nahdiyyah Indonesia. Mbah Malik memangku
kemursyidan thariqah di Kedung Paruk selama 68 tahun (1912-1980 M), beliau
wafat dalam usia 99 tahun, pada hari Kamis malam Jum’at, 2 Jumadil Akhir 1400
H/ 17 April 1980 M dimakamkan di belakang Masjid Bahaa-ul-Haq wa Dhiyaa-ud-Dien
Kedung Paruk.[4]
Ada Tiga
Wasiat Mbah Malik, yaitu:
1.
Jangan
tinggalkan shalat. Tegakkanlah shalat sebagaimana yang telah dicontohkan
Rasulullah Saw. Lakukanlah shalat fardhu pada waktunya dengan berjama’ah,
perbanyaklah shalat sunnah serta ajarkanlah kepada anak-anakmu, keturunanmu
dari semenjak dini.
2.
Jangan
tinggalkan Al-Qur’an, bacalah dan pelajarilah Al-Qur’an setiap hari, ajarkan
Al-Qur’an kepada anak, keturunanmu dari semenjak kecil, sebarkanlah Al-Qur’an
kemana kalian pergi (maksudnya dimanapun berdomisili), lantunkanlah Al-Qur’an
dengan suara merdu dan indah, hormatilah para Hafidh-Qur’an (penghafal
Al-Qur’an) dan para qari’-qari’ah, muliakanlah tempat-tempat pelestari
Al-Qur’an.
3.
Jangan
tinggalkan shalawat, baca dan amalkan shalawat setiap hari. Contoh dan teladani
kehidupan Rasulullah Saw, tegakkan sunnah-sunnahnya, sebarluaskan bacaan
shalawat dan selamatkan ajaran Rasulullah Saw.
Penerus
As Syeikh Muhammad Abdul Malik di Kedung Paruk adalah cucu-cucu beliau, karena
beliau tidak menurunkan anak laki-laki (anak laki-laki satu-satunya yang
bernama Ahmad Busyairi wafat ketika masih lajang umur 36 tahun). Satu-satunya
anak perempuan Mbah Malik (Nyai Chairiyah), menurunkan 9 orang anak (3 anak
laki-laki dan 6 anak perempuan).
Penerus pertama, Syeikh Abdul
Qadir bin Haji Ilyas Noor cucu nomor 3, memperoleh ijazah mursyid langsung dari
Mbah Malik, memangku kemursyidan selama 22 tahun (1980-2002). Syeikh Abdul
Qadir wafat pada hari senin 5 Muharram 1423 H/ 19 Maret 2002 M, dalam usia 60
tahun dimakamkan di belakang Masjid Bahaa-ul-Haq wa Dhiyaa-ud-Dien Kedung
Paruk.[5]
Penerus kedua, cucu nomor 6,
Syeikh Sa’id bin Haji Ilyas Noor, ijazah mursyid diperoleh dari Alhabib
Almursyid Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya Pekalongan, memangku
kemursyidan selama 2 tahun (2002-2004), wafat pada hari kamis, 3 juli 2004
dalam usia 53 tahun dimakamkan di belakang Masjid Bahaa-ul-Haq wa
Dhiyaa-ud-Dien Kedung Paruk.
Penerus ketiga, cucu nomor 7,
Haji Muhammad bin Haji Ilyas Noor ijazah mursyid diperoleh dari Alhabib
Almursyid Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya pada hari senin 1 Rajab
1424 H/ 18 Agustus 2004 M. Saat ini, thariqah Naqsyabandiyyah Khalidiyah Kedung
Paruk dipimpin oleh Haji Muhammad Ilyas Noor penerus ketiga Mbah Malik.
Nama
pondok pesantren Bani Malik di resmikan pada tahun 2004, sebelumnya jam’iyyah
thariqah Kedung Paruk memiliki nama Pondok Pesantren Thoriqoh Robithoh
As-shufiyah, pergantian nama ini dimaksudkan untuk mengabadikan Mbah Malik,
sebagaimana ungkapan Kyai Muhammad Ilyas Noor:
“Perubahan
nama menjadi pondok pesantren bani malik ini mulai tahun 2004, dulu awalnya
malah tanpa nama ketika tahun 1864-1980, perubahan nama ini karena ingin
mengabadikan Mbah Malik karena Beliau sebagai pendobrak, pemerkasa dakwah di
sini”.[6]
Letak Geografis
Pondok
pesantren Bani Malik terletak di Kedung Paruk Desa Ledug Kecamatan Kembaran
Kabupaten Banyumas-Purwokerto. Adapun daerah yang membatasi dengan pondok
pesantren tersebut adalah sebagai berikut:
Sebelah
Utara : Berbatasan
dengan Dukuh Waluh
Sebelah
Timur : Berbatasan
dengan Desa Pliken
Sebelah
Selatan : Berbatasan dengan Mersi
Sebelah
Barat : Berbatasan
dengan Arcawinangun
Salam
Hangat Jotako7
Jurnal Of Trust And Kaleidoscopic Obsession
Jujur Omongane, Tawadhu’ Akhlake, Kualitas
Obrolane
[1] Muhammad Ilyas Noor,
Mengenal Thariqah Naqsyabandiyah; Nama,
Pendiri, Perkembangan, Ajaran, Silsilah (Purwokerto: t.p., 2010), hlm. 15.
[2] Ibid., hlm. 16.
[3] Ibid., hlm. 17.
[4] Ibid., hlm. 18.
[5] Ibid., hlm. 19.
[6] Wawancara dengan
Kyai Muhammad Ilyas Noor (Mursyid) pada tanggal 01 Oktober 2013
Post a Comment for "Sejarah Berdirinya Thariqah Naqsyabandiyah al-Khalidiyah Kedung Paruk"