Umat Islam Indonesia Bukan Teroris
By: Lilis Sarifatul Ajariyah
Diolah dari Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr IAIN PUrwokerto
A.
Pendahuluan
Merebaknya
kasus terorisme[1]
di berbagai penjuru dunia yang semakin tidak terbendung menyebabkan hadirnya
berbagai isu negatif akhir-akhir ini. Sialnya bagi negara Indonesia, sejak
tragedi Bom Bali pada 12 Oktober 2002, Indonesia mendapat julukan baru sebagai
“Sarang Teroris”. Pasalnya setelah dilakukan berbagai penyelidikan, tuduhan
justru tertuju kepada orang Indonesia juga seperti Muchlas, Imam Samudra dan Amrozi. Sejak tragedi tersebut, kasus terorisme di Indonesia
semakin marak diperbincangkan. Bahkan ada yang membawa-bawa agama Islam sebagai
pelakunya. Hal ini bisa jadi dikarenakan kebanyakan teroris di Indonesia yang diekspos
merupakan pemeluk agama Islam. Bahkan ada beberapa diantaranya yang menyandang
sebutan ustadz, seperti misalnya Ustadz Rifqi, Ustadz Munsip, Ustadz Kholiq atau Ustadz Yahya. Hal ini kemudian
dijadikan alasan oleh dunia untuk memberikan cap “teroris” kepada umat Islam
secara keseluruhan.
Meski tak
dapat dipungkiri bahwa Indonesia sebenarnya telah memiliki sejarah dengan
teroris bahkan sebelum bom Bali. Misalnya saja yang terjadi pada tahun 1957,
Bung Karno di granat di perguruan Cikini. Akibatnya beberapa orang tewas dalam
penyelamatan Bung Karno. Tahun 1963 saat Idul Adha hal serupa kembali terulang
kepada Bung Karno yang mengakibatkan jatuhnya seorang korban tokoh NU yang
menjadi ketua DPR, Zainul Arifin.[2]
Hingga munculah beberapa tokoh Islam seperti Abu Bakar Ba’asyir serta Amrozi
yang diduga menjadi dalang aksi-aksi teror di Indonesia. Tentu saja ini menjadi
pukulan yang besar untuk umat Islam terutama yang berdomisili di Indonesia.
Karena mau tidak mau harus ikut kecipratan
isu tersebut. Berikut ini adalah data yang penulis peroleh mengenai aksi
terorisme yang pernah terjadi di Indonesia.
Tabel. 1[3]
No
|
Kasus BOM
|
Pelaku & Tim Perencana
|
1
|
Kedubes
Philipina, Jakarta
|
Para
pelakunya adalah Edi Setiono alias Abas alias Usman (alumni Afghan), Abdul
Jabar, DuI Matin alias Joko Pitono ahas Ahmad Noval (alumni Afghan),
Fathurrahman Al Ghozi alias Saad (alumni Al-Mukmin dan Afghan), Sarjiyo alias
Sawad (alumni Afghan), Hambali (alumni Afghan), Amrozy, Utomo Pamungkas alias
Mubaroq (alumni Al-Mukmin dan Afghan), Farihin alias Yasir (alumni Afghan),
dan All lmron (alumni Al- Mukmin dan Afghan)
|
2
|
Natal
2000
|
Tim
Perencananya Adalah lmam Samudra Alias Abdul Aziz (alumni Afghan), Edi
Setiono Alias Abas Alias Usman (alumni Afghan), Asep Alias Darwin (alumni
Afghan), Jabir alias Enjang (alumni Al-Mukmin dan Afghan), dan Hambali
(Alumni Afghan)
|
3.
|
Gereja
HKBP dan Santa Anna, Jakarta (22 Juli 2001)
|
Pelakunya
adalah Taufik bin Abdul Halim alias Dari (alumni Afghan), Solahuddin alias
Agung, Rush alias Ibrahim, Asep alias Darwin (alumni Afghan), Imam Samudra
alias Abdul Azis (alumni Afghan), dan Edi Setiono (alumni Afghan).
|
4
|
Mal
Atrium Senen Jakarta (1 Agustus 2001).
|
Pelakunya
adalah Taufik bin Abdul Halim alias Dari (alumni Afghan), Solahuddin
aliasAgung, Edi Setiono (alumni Afghan), danAsep alias Darwin (alumni
Afghan).
|
5
|
Gereja
Petra, Jakarta (9 November 2001).
|
Pelakunya
adalah Ujang Hans, Aris Aryanto, dan Wahyu Handoko bin Sukadir.
|
6
|
Gereja
Pangkalan Kerinci, Pahlawan Riau (2 Desember 2001)
|
Pengeboman
di gereja ini gagal tapi pelakunya adalah Imam Samudra alias Abdul Azis
(alumni Afghan), dan Basuki alias lqbal bin Nganto.
|
7
|
Sary
Club dan Paddys Café, Denpasar Bali (12 Oktober 2002).
|
Pelaku
utamanya adalah Muchlas alias Ali Ghufron (alumni Al-Mukmin dan Afghan), Imam
Samudra alias Abdul Azis (alumniAfghan), Dr.Azahari Hesen (alumniAfghan),
DulMatin (alumni Afghan), Amrozy (pernah menjadi santri di Pondok Pesantren
Luqman Al Hakim di Johor, Malaysia), All lmron (alumni Al-Mukmin dan Afghan),
Idris alias Jhoni Hendrawan (alumni Al-Mukmin), Abdul Ghoni alias Umar alias
Wayan (alumni Al-Mukmin dan Afghan), Ahmad Roichan alias Saad (alumni
Afghan), Zulkarnaen (alumni Afghan), lqbal alias Amasan.
|
8
|
Restoran
Mc Donalds Ratu Indah Mall dan Showroom mobil Makassar
|
Pelakunnya
adalah Ashar Daeng Salam alias Aco, Agung Hamid, Muchtar Daeng Lao alias Abu
Urwah (alumni Afghan yang juga karib operator Al Qaeda, Umar Al Faruq),
Masnur, Kahar Mustofa (alumni Afghan), Anto Luqman, llham Riadi, Usman,
Luqman Hasan, Hisbullah Rasyid (alumniAfghan yang juga karib operator Al
Qaeda, UmarAl Faruq), Suryadi Mas’ud, Mirzal alias Ghozzy, dan Dahlan.
|
9
|
Restoran
Kentucky Frien Chicken Manado (15 November 2002)
|
Pelakunya
adalah Suryadi Mas’ud, Muhammad Tang alias Itang dan Agung Hamid.
|
Jika kita tinjau dari tabel di atas,
maka kita akan melihat bahwa sebagian dari teroris tersebut merupakan alumni Pondok Pesantren
Al-Mukmin serta pernah menjadi relawan perang di Afghanistan. Bahkan meski
Ustadz Abu Bakar Ba’asyir selaku pengasuh Pesantren Al- Mukmin telah dinyatakan
oleh Mahkamah Agung (MA) tidak terlibat dalam kasus bom Bali I, tuduhan tetap
mengarah kepadanya dan alumni-alumni Pondok Pesantren Al-Mukmin.
B.
Pembahasan
“Berbuat kekacauan dan penindasan itu
lebih kejam daripada pembunuhan” QS.
Al-Baqarah: 191.
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa Islam tidak menyukai
tindak kekerasan dan berbuat kekacauan. Kekerasan serta kekacauan menimbulkan
keresahan kepada banyak orang dan menyebabkan ketidaknyamanan. Sedangkan dalam
Islam diajarkan untuk saling menghargai hak hidup orang lain termasuk pemeluk
agama lain. Sejak terjadinya bom Bali, Indonesia menjadi bulan-bulanan dunia
Internasional. Menjadikan terorisme seolah masalah utama di Indonesia hingga
keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 dan No. 2
tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Terorisme pada tanggal 18
Oktober 2002.
Terorisme memang telah menjadi musuh utama bagi dunia.
Indonesia juga turut serta untuk berpartisipasi dalam memerangi terorisme.
Pemerintah RI juga mendukung ditetapkannya Jamaah Islamiyah (JI) sebagai
teroris internasional oleh PBB. Sedang organisasi lain yang dianggap lebih
berbahaya tidak diusulkan sebagai teroris internasional. Hal ini tidak sejalan
dengan Perppu karena terkesan Indonesia hanya mencari hati dari pihak
luar. Keluarnya Perppu ini justru
menunjukkan ketidakberdayaan Indonesia dalam melawan AS. Jamaah Islamiyah boleh
jadi tidak begitu di kenal oleh masyarakat Indonesia, namun tidak menutup
kemungkinan bahwa ada penganut gerakan Jamaah Islamiyah di Indonesia.
1.
TERORISME MEMILIKI SEJARAH DI DUNIA
ISLAM
Sejak
kepemimpinan Utsman bin Affan benih-benih kekerasan dan terorisme telah terjadi
dalam dunia Islam. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan
seperti di Kufah, Basrah dan Mesir karena ketidakpuasannya pada pemerintah yang
dinilai terlalu boros dalam mengelola keuangan. Dilanjutkan pada masa
kekhalifahan ‘Ali ibn Abi Talib. Awal terjadinya ketegangan ketika terjadinya
perang Jamal (perang antara ‘Ali ibn Abi Talib dengan Siti Aisyah) yang
disebabkan ketidaksenangan Siti Aisyah jika Ali yang menjadi khalifah. Adapula
aksi pemaksaan keyakinan oleh kaum Mu’tazilah di Baghdad pada masa Khalifah
al-Ma’mun (813-833 H), al-Mu’tasim (833-842 H), dan al-Watsiq (842-847 H).[4] Bentuk
pemaksaan ini dilakukan kepada orang-orang yang tidak sepaham dengan kaum
Mu’tazilah yang menganggap Al-quran adalah ciptaan. Bentuk pemaksaan mulai dari
tidak diperkenankan menjadi saksi di pengadilan sampai dipenjara.
Ketika
al-Mutawakkil menjadi khalifah, muncul gerakan fundamentalis radikal
diantaranya al-Muhakkimah (Khawarij) dipimpin oleh Abdullah bin Saba’,
al-Azariqah (Khawarij) dipimpin oleh Nafi’ bin al-azraq, al-Najdah (Khawarij)
dipelopori oleh Najdah bin ‘Umair al-Hanafi, al-Sufriyah dipelopori oleh Zaid
bin al-Asfar, al-Maturidiyah (Mu’tazilah) dipimpin oleh Abu Musa al-Murdar,
Ikhwan al-Safa (Syi’ah Ismailiyah) dan Qaramitah (sempalan Syi’ah Ismailiyah)
dipelopori oleh Hamddan Qarmat. Gerakan fundamentalis ini merupakan
kelompok-kelompok terorganisir yang militan, agresif, serta sipa berjuang demi
obsesi mereka.
Dengan sejarah terorisme yang telah di sandang
Islam sejak lama, tidaklah mengherankan jika pada akhirnya umat Islam dituduh
sebagai kaum teroris. Terutama karena Amerika Serikat yang dalam hal ini
berperan sebagai komandan anti-terorisme berniat mengenyahkan Islam agar tidak
berkuasa dan menyisakan Amerika Serikat untuk tetap menjadi negara super power satu-satunya.[5]
2.
URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tempat yang penting di
negara ini. Hidup
bersama dalam satu negara dengan warga masyarakat berbeda-beda agama, ras,
etnik, atau golongannya. Pemahaman akan sejarah Indonesia mulai saat di jajah,
melawan, merdeka hingga terbentuknya UUD 1945, perjuangan para pahlawan di
kancah pertempuran melawan penjajah dalam keadaan payah, kelaparan dan
kemiskinan, patut untuk dijadikan momok agar masyarakat sekarang memiliki rasa
nasionalisme. Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat
kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara
terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.” Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia
adalah implementasi dari UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 37 ayat (1) tersebut.Pendidikan
kewarganegaraan sudah dikenalkan mulai kita duduk di bangku SD sampai perguruan
tinggi.
Pendidikan Kewargaanegaraan memiliki
banyak manfaat. Yang pertama adalah kita menjadi tahu hak dan kewajiban kita
sebagai warga negara yang akhirnya membuat kita jadi mengerti peran dan
penempatan diri kita sebagai bagian dari suatu negara. Ketika kita semua sudah
tahu dan mengerti kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang didapatkan, maka
kita bisa menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan ataupun
menuntut hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Perlu
diketahui bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu
sama lain tanpa terkecuali.
3.
TIDAK CUKUP HANYA DENGAN ISLAM
Tidak
diragukan lagi bahwasannya Islam adalah
agama damai. Tidak mengajarkan kepada kekerasan, kekacauan, saling
bermusuhan apalagi saling membunuh. Bagi umat Islam, mengamalkan hal-hal
tersebut merupakan suatu kewajiban dan keharusan, bukan hanya untuk pengetahuan
yang dibukukan semata.
Indonesia
sebagai negara dengan sebagian besar penduduknya beragama Islam telah banyak
melahirkan tokoh-tokoh Islam yang bukan hanya dikenal namun juga dapat menjadi
panutan. Berbagai pendidikan formal seperti MI, MTs, MA serta berbagai
Perguruan Tinggi Islam Negeri dan Swasta dan pendidikan nonformal seperti
pondok pesantren banyak terdapat di Indonesia. Dari sana lah kemudian muncul
tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Banyak orang tua yang mempercayakan putra putri
mereka untuk bersekolah di sekolah Islam untuk memjadikannya anak yang
berakhlak mulia seperti halnya Rasulullah Saw.
Meski
demikian, tidak dapat dipungkiri, pendidikan agama saja belum cukup untuk
seorang anak memiliki akhlak mulia. Lingkungan hidup, faktor pertemanan,
teknologi dapat mempengaruhi pola pikir manusia terutama ketika sudah dewasa.
Disinilah, kemudian peran pendidikan kewarganegaraan menjadi sangat urgen.
Penanaman rasa nasionalisme dan cinta tanah air. “Bhineka Tunggal Ika” begitu kiranya semboyan yang selalu menjadi
pegangan rakyat Indonesia. Semboyan ini yang kemudian harus menjadi acuan.
Indonesia memiliki banyak keberagaman suku, bahasa daerah, agama dan ras.
Apabila tidak pernah dipupuk mengenai pentingnya rasa nasionalisme, apalah arti
sebuah agama. Darah musuh bisa saja menjadi halal meski masih satu bangsa satu
tanah air.
Bagaimanapun juga, Islam harus selalu
dibarengi dengan rasa nasionalisme pada bangsa sendiri. Penanaman akan
perbedaan akan membuat orang lebih legowo
dalam menerima perbedaan tersebut sehingga tidak mudah tersinggung dan
menyalahkan orang lain sehingga membenarkan pembunuhan dan terorisme.
Masyarakat Indonesia terutama umat Islam juga dapat memilah-milah informasi
yaang datang agar tidak mudah terpancing oleh provokasi dari pihal luar yang
berniat memecah belah
Islam.
C.
Penutup
Islam dan Indonesia sama-sama memiliki sejarah panjang tentang
terorisme. Keluarnya Perppu No. 1 dan No. 2 tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pindana Terorisme telah membuat Indonesia tidak berdaya di mata dunia. Jamaah
Islamiyah yang diklaim sebagai teroris internasional membuat Indonesia tidak
berkutik untuk ikut memeranginya pula. Sedangkan boleh jadi banyak dari anggota
Jamaah Islamiyah yang tidak bersalah dan berdomisili di Indonesia.
Pentingnya penanaman rasa nasionalisme melalui pendidikan
kewarganegaraan untuk menampik isu umat Islam Indonesia adalah teroris sangat
diperlukan. Bukan hanya kepada siswa dan mahasiswa agar tidak terlibat dalam
kasus terorisme, namun juga kepada pejabat-pejabat pemerintah agar lebih
bijaksana dalam menyikapi kasus terorisme. Sangat disayangkan apabila nantinya
ada warga Indonesia yang justru merasa tidak nyaman dan merasa terteror oleh
pemerintah karena merasa terancam keberadaannya.
Salam
Hangat Jotako7
Jurnal Of
Trust And Kaleidoscopic Obsession
Jujur Omongane,
Tawadhu’ Akhlake, Kualitas Obrolane
[1] Menurut Thornton: Terrorism
is a symbolic act designed to influence political behavior by extra normal
means, entailing the use of threat or force. “Terorisme adalah penggunaan
terror sebagai tindakan simbolik yang dirancang untuk mempengaruhi kebijakan
dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstranormal khususnya penggunaan
ancaman atau kekerasan.” Menurut versi FBI (Federal
Bureau of Investigation) atau Biro Penyelidikan Federal: “Terrorism is the unlawful use of force or
violence against persons or property to intimidate or coerce a government, the
civilian population, or any segment therereof, in furtherance of political or
social objectives” (Terorisme adalah tindakan kekerasan yang melanggar
hokum dilakukan terhadap orang atu property untuk mengintimidasi pemerintah,
penduduk sipil atau segmen lainnya dalam rangka mencapai tujuan politik dan
sosial).
[2] Maulani. dkk, Terorisme dan Konspirasi Anti Islam (Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2002), hal. 43.
[4] Salenda Kasjim, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum
Islam (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), hal.
122-123.
[5] Disebutkan dalam artikel ZA. Maulani tahun 2002, bahwa
setelah runtuhnya Uni Soviet, Amerika Serikat ingin tetap menjadi negara super
power satu-satunya dengan cara menerapkan grand strategy (strategi Raya) yang
memegang prinsip “Tidak memperbolehkan adanya suatu potensi kuasa apa pun dan
dari mana pun, yang dapat tumbuh menjadi pesaing bagi Amerika Serikat.” Dengan
adanya prinsip tersebut, setelah ideologi komunis, Washington menetapkan bahwa
musuh selanjutnya dalah Islam. Bukan karena Ideolegi Islam mengancam AS,
melainkan karena Islam menguasai hampir 65 persen cadangan minyak dunia. Hal
ini menyebabkan AS takut tersaingi dan memiliki harapan besar untuk dapat
menguasainya.
Daftar Pustaka
http://abr-center.blogspot.com diakses pada 26 Juni 2014.
http://asepcuwantoro.wordpress.com diakses pada 26 Juni 2014.
Maulani. Dkk, 2002. Terorisme
dan Konspirasi Anti-Islam. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Sunardi.dkk, 2011. Kejahatan
Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Bandung: PTRefika Aditama.
Salenda Kasjim, 2009. Terorisme
dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama RI.
Post a Comment for "Umat Islam Indonesia Bukan Teroris"