Memahami Pendidikan Karakter
By: Nur Fauziyah IAIN Purwokerto
Diolah dari Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan
Fikr
Suyadi (2013:
5) mendefinisikan karakter sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Artinya, orang yang
berkarakter adalah orang yang berkepribadian, berprilaku, bersifat, bertabiat,
berwatak tertentu, dan watak tersebut yang membedakan dirinya dengan orang lain.
Thomas Lickona
(2013: 22) menganggap karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon
situasi secara bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata
melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang
lain dan karakter mulia lainnya.
Adapun
pendidikan karakter menurut Fakry Gaffar dalam buku Dharma Kesuma dkk. yang berjudul “Pendidikan
Karakter (Kajian Teori dan Praktik di Sekolah)” (2012: 5) adalah sebuah
proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam
kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan seseorang.
Dalam definisi ini ada tiga pemikiran penting, yaitu: proses transformasi
nilai-nilai, ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan menjadi satu dalam
perilaku.
Sementara pendidikan karakter menurut
Kemendiknas adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa
pada diri peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
karakter dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religious,
nasionalis, produktif dan kreatif (Agus Wibowo, 2013: 67).
Dari
pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan serta mewujudkan potensi-potensi
positif peserta didik dalam berperilaku, bersifat dan berkepribadian yang baik
(akhlak mulia) yang berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Tujuan dari pendidikan karakter adalah membentuk manusia secara utuh
(holistik) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial,
kreativitas, spiritual dan intelektulual peserta didik secara optimal.
Kementrian Pendidikan Nasional melansir ada sembilan pilar karakter yang
berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
a. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya.
b. Kemandirian dan tanggung jawab.
c. Kejujuran/amanah.
d. Hormat dan santun.
e. Dermawan, suka menolong dan kerjasama.
f. Percaya diri dan pekerja keras.
g. Kepemimpinan dan keadilan.
h. Baik dan rendah hati.
i. Toleransi, kedamaian dan kesatuan. (Muchlas Samani
& Hariyanto, 2012: 43)
Jika
diamati kesembilan pilar karakter ini telah mencakup pilar karakter dalam
berbagai agama, termasuk Islam dan juga telah disesuaikan dengan kaidah-kaidah
ilmu pendidikan secara umum sehingga dapat diterapkan dalam praktik pendidikan.
Adapun
nilai-nilai karakter menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011: 36-40) yang dapat diinternalisasikan kepada peserta didik.
a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan
Tuhan
Nilai ini bersifat religius. Dengan kata lain pikiran, perkataan,
perbuatan, dan tindakan seseorang diupayakan selalu berdasarkan pada
nilai-nilai ketuhanan atau ajaran agama.
b. Nilai karakter dalam hubungannya dengan
diri sendiri
Berkenaan dengan karakter yang berhubungan dengan diri sendiri ada
beberapa karakter yang dapat dimunculkan diantaranya jujur, bertanggung jawab,
bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha,
berpikir (logis, kritis, inovatif, kreatif), mandiri, rasa ingin tahu, dan
cinta ilmu.
c. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesame
Berkenaan dengan karakter yang hubungannya dengan sesama diantaranya
sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan
sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, demokratis.
d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan
lingkungan
Hal ini berhubungan dengan kepedulian sosial dan lingkungan. Nilai
karakter tersebut bisa berupa sikap dan tindakan yang selalu mencegah kerusakan
pada lingkungan dan sekitarnya. Selain itu, mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan
bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
e. Nilai karakter hubungannya dengan kebangsaan
Berkenaan dengan karakter yang hubungannya dengan kebangsaan maksudnya
adalah cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompok, seperti nasionalis dan
menghargai keberagaman.
Dengan mengetahui nilai-nilai karakter di atas dapat disimpulkan bahwa
nilai karakter yang harus disampaikan dan diajarkan kepada peserta didik, mulai
dari karakter yang terkait dengan Tuhan, karakter terkait dengan diri sendiri,
karakter terkait dengan sesama manusia, karakter terkait dengan lingkungan dan
karakter terkait dengan kebangsaan dalam rangka pembentukan karater peserta
didik. Jika nilai-nilai karakter ini tertanam dalam diri seseorang, dapat
dipastikan bahwa orang tersebut mempunyai karakter yang unggul.
Kemudian Abdul Majid dan Dian Andayani (2012: 111-113)
mengungkapkan ada tiga tahapan strategi yang harus di lalui dalam pendidikan
karakter menuju terbentuknya akhlak mulia pada diri setiap peserta didik,
diantaranya:
a. Moral Knowing/ Learning to Know
Tahapan ini merupakan tahapan pertama dalam pendidikan
karakter. Dalam tahapan ini tujuan diorientasikan pada penguasaan pengetahuan
tentang nilai-nilai. Siswa harus mampu membedakan nilai-nilai akhlak mulia dan
akhlak tercela, serta memahami secara logis dan rasional tentang pentingnya
akhlak mulia dan bahaya akhlak tercela dalam kehidupan.
b. Moral Loving/ Moral Feeling
Belajar mencintai dengan melayani orang lain. Belajar
mencintai dengan cinta tanpa syarat. Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan
rasa cinta dan butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dalam tahapan ini yang
menjadi sasaran guru adalah dimensi emosional siswa, hati atau jiwa, bukan lagi
akal, rasio dan logika. Guru menyentuh emosi siswa sehingga tumbuh kesadaran,
keinginan dan kebutuhan sehingga siswa mampu berkata kepada dirinya sendiri,
“Iya, saya harus seperti itu…”, untuk mencapai tahapan ini guru bisa
memasukinya dengan kisah-kisah yang menyentuh hati, modeling, atau
kontemplasi.
c. Moral Doing/ Learn to Do
Siswa mempraktikkan nilai-nilai akhlak mulia itu dalam
perilakunya sehari-hari. Siswa menjadi semakin sopan, ramah, hormat, penyayang,
jujur, disipllin, cinta, kasih sayang, adil, serta murah hati dan seterusnya.
Contoh atau teladan adalah guru dalam menanamkan nilai, kemudian tindakan
selanjutnya adalah pembiasaan dan pemotivasian.
Selanjutnya pembentukan karakter pada peserta didik dapat
dilakukan melalui beberapa cara atau metode antara lain dengan keteladanan,
penanaman disiplin, pembiasaan, hukuman, menciptakan suasana kondusif,
integrasi dan internalisasi (Warsiti, 2015). Berikut penjelasan lebih rinci
dari metode pembentukan karakter tersebut:
a. Keteladanan
Keteladanan atau contoh adalah salah satu metode
pendidikan karekter yang dilakukan dengan cara melalui contoh yang baik. Dalam
proses pendidikan, ternyata keteladanan merupakan metode yang sangat efektif.
Kepribadian Rasulullah sendiri menjadi teladan untuk seluruh umat manusia, di
dalam Kepribadian Rasul terdapat segala norma-norma, nilai-nilai, dan ajaran
Islam (Muhammad Quthub, 1993: 333). Oleh karena itu pendidik atau guru sebaiknya harus dapat memberikan
contoh tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai karakter yang diharapkan.
b. Penanaman disiplin
Disiplin adalah perintah yang diberikan oleh orang tua
atau guru kepada murid. Perintah tersebut diberikan kepada anak atau murid agar
ia melakukan apa yang diinginkan oleh orang tua atau guru. Disiplin merupakan
latihan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib dan
efesien (Novan Ardy Wiyani, 2013:
41). Dengan demikian
disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat
berprilaku tertib.
c. Pembiasaan
Maksud dari pembiasaan adalah mengubah seluruh
sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan
tanpa terbebani, tanpa kehilangan tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan,
sekaligus menciptakan agar tidak terjadi keotomatisan yang kaku dalam
bertindak, dengan terus mengingatkan tujuan yang ingin dicapai dengan kebiasaan
(Muhammad
Quthub, 1993: 363).
d. Hukuman
Hukuman bukan tindakan pertama
kali yang harus dilakukan seorang pendidik dan tidak pula cara yang
didahulukan. Akan tetapi ada sebagian orang yang memerlukan hukuman untuk
menertibkan hidupnya, oleh karena itu hukuman juga diperlukan dalam pendidikan
karakter agar segala persoalan dan tindakan diletakkan ditempat yang benar (Muhammad
Quthub, 1993: 341).
e. Menciptakan suasana kondusif
Untuk meciptakan tujuan dari proses pembelajaran salah
satunya yaitu menciptakan suasana yang kondusif. Karena dengan suasana yang
kondusif, siswa lebih mudah menangkap pelajaran (Umar Suwito, 2008: 33).
f. Integrasi dan internalisasi
Integrasi yaitu penyatuan atau penggabungan, sedangkan
Internalisasi berarti pendalaman atau penghayatan. Pembentukan karakter
dilakukan dengan menginternalisasikan kecakapan personal, sosial, dan akademik
kedalam pelajaran, muatan lokal, atau pengembangan diri. Karakter terintegrasi
ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, pengembangan diri dan budaya sekolah
serta muatan lokal.
Internalisasi nilai-nilai karakter dapat dilakukan dengan
menambah kegiatan-kegiatan untuk mendukung metode pembentukan karakter,
misalnya menciptakan budaya religious atau mengadakan sistem boarding school.
Salam
Hangat Jotako7
Jurnal Of
Trust And Kaleidoscopical Obsession
Jujur
Omongane, Tawadhu’ Akhlake, Kualitas Obrolane
Post a Comment for "Memahami Pendidikan Karakter"