Sosiologi Emile Durkheim
Riwayat Hidup
Emile Durkheim lahir di Epinal, provinsi
Lorraine, Perancis Timur pada 15 April 1858.[1]
. Ia berasal dari keluarga rabbi atau pendeta bagi kaum Yahudi. Tetapi pada
umur belasan tahun, Ia menyangkal silsilah keturunanya (Strenski, 1997: 4).
Sejak saat itu, minat terhadap agama lebih akademis daripada teologis
(Mestrovic, 1988). Pada tahun 1882-1887 Ia mengajar
filsafat di beberapa sekolah di Paris. Keinginanya dalam mempelajari ilmu pengetahuan semakin besar ketika Ia
melakukan perjalanan ke Jerman Disana Ia mengenal psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt.
Sekitar tahun 1893 ia menerbitkan tesis
doktornya, The Devision of Labour In Sociey dalam bahasa Prancis dan
tesisnya tentang Montequieu dalam bahasa Latin (W. Miller, 1993).
Karyanya yang sangat terkenal lainnya, The Elementary Forms of Religious
Life, diterbitkan pada 1912. Durkem sering diangggap menganut pemikiran politik konservatif dan
pengaruhnya dalam kajian sosiologi bersifat konserfatif pula. Tetapi minat
durkhem terhadap sosialisme juga dijadikan bukti bahwa ia menentang pemikiran
yang menganggapnya seorang konservatif, meski jenis pemikiran sosiologisnya
sangat berbeda dengan pemikiran Marx dan pengikutnya. Ia menamakan Marxisme itu
sebagai serangkaian “hipotesis yang data diperdebatkan dan ketinggalan zaman.” (Lukes, 1972: 323).
Menurut Durkheim, sosialisme mempresentasikan gerakan yang ditujukan bagi
regenerasi moral masyarakat melalui moralitas ilmiah, dan tidak dengan cara
politik jangka pendek maupun pada aspek ekonomi sosialisme.
Menurut Durkheim, sosialisme sangat berbeda
dari apa yang biasanya sebagai sosialisme. Bagi Durkheim, sosialisme
mencerminkan sebuah sistem dimana di dalamnya prinsip moral ditemukan melalui
studi sosiologi ilmiah di tempat prinsip moral itu ditemukan.[2]
Tonggk sejarah yang penting dicapai ketika ia mendirikan jurnal L’annẻ
Sociologique (1898) yang memberikan pengaruh begitu besar terhadap
perkembangan sosiologi, dan terhadap bidang lainnya.
Durkheim wafat pada
tanggal 15 November 1917 sebagai tokoh
intelektual Prancis Tersohor. Namun baru dua puluh tahun kemudian, yakni
Talcott Parson saat menerbitkan buku berjudul The Structure of
Social Action (1937), karya Durkheim mulai berpengaruh signifikan
dalam sosiologi Amerika.
Teori-teori Atau
Pemikiran Emile Durkheim
1. Fakta Sosial Durkheim
(The Rule Of Sociological Method)
Fakta sosial
didefinisikan oleh Durkheim sebagai cara-cara bertindak, berfikir, dan merasa
yang ada diluar individu dan yang memiliki daya paksa atas dirinya. Ia
membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan (forces) (Takla dan pope,
1985) danstruktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu.
Fakta sosial menurut
Durkheim terdiri atas dua macam :
a) Dalam bentuk material. Yaitu barang sesuatu
yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk
material ini adalah bagian dari dunia nyata. Contohnya arsitektur dan norma hukum.
b) Dalam bentuk non material. Yaitu sesuatu
yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat
inter subjective yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia.
Contohnya adalah egoisme, altruisme, dan opini.
Meski membahas keduanya
perhatian Durkheim lebih tertuju pada pada Fakta Sosial Non Material (kultur,
institusi sosial) daripada Fakta sosial maerial (birokasi, hukum), hal
ini jelas terlihat dari karyanya yang paling awal, The Devision of Labor In
Society (1893/1964). Dalam karyanya ini, perhatiannya tertuju pada upaya
membuat analisis komparatif mengenai apa yang membuat masyarakat dalam keadaan
primitif atau moderen. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan
terutama oleh fakta sosial non material, khususnya oleh kuatnya ikatan
moralitas bersama, atau apa yang ia sebut Kesadaran kolektif yang kuat.
Sedangkan ikatan utama dalam masyarakat moderen adalah pembagian kerja yang
rumit, yang mengikat dalam hubungan saling tergantung.
Kecenderungan sosiologi
konservatif Durkheim terlihat ketika ia menganggap revolusi tidak diperlukan
untuk menyelesaikan masalah. Menurutnya berbagai revormasi dapat memperbaiki
dan menjaga sistemsosial moderen agar tetap berfungsi.[3]
Meski ia mengakui tidak mungkin kembali ke masa lalu dimana kesadaran kolektif
masih menonjol.
a. Karakteristik Fakta Sosia
Bagaimana gejala sosial itu benar-benar
dapat dibedakan dari gejala yang benar-benar individual (psikologis) Durkheim
mengemukakan dengan tegas tiga karakteristik fakta sosial, yaitu :
a) Gejala sosial bersifat eksternal terhadap
individu, sejak awal mengkonfrontasikan fakta sosial itu sebagai suatu
kenyataan eksternal.
b) Fakta itu memaksa individu. Individu
dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi
oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosial. Seperti Durkheim
katakan : Tipe perilaku atau berfikir ini mempunyai kekuatan memaksa individu
terlepas dari kemauan individu itu sendiri (tidak bertentangan dengan kemauan
individu).
c) Fakta itu bersifat umum atau tersebar
secara meluas dalam suatu masyarakat.
Dengan kata lain, fakta sosial merupakan milik
bersama bukan sifat individu/ perorangan. Sifat umum ini bukan sekedar hasil
dari penjumlahan beberapa fakta individu. Fakta sosial benar-benar bersifat
kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat kolektif
tersebut.
2. Solidaritas Sosial
Durkheim
Solidaritas menunjuk
pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan
pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang
diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
Sumber utama bagi
analisa Durkheim mengenai tipe-tipe yang berbeda dalam solidaritas dan sumber
struktur sosialnya diperoleh dari bukunya “The Devision Of Labour In Society”. Tipe/jenis solidaritas yang dijelaskan Durkheim tersebut yaitu:
a. Solidaritas mekanik.
Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu
kesadaran kolektif bersama, yang menunjuk pada totalitas kepercayaan dan
sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat.[4]
Indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan
kerasnya hukum-hukum yang bersifat menekan itu (repressive).
Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa
silidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang
tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan sebagainya. Homogenitas serupa itu
hanya mungkin kalau pembagian kerja bersifat sangat minim.
b. Solidaritas organik.
Berbeda dengan masyarakat berlandaskan
solidaritas mekanik, kesadaran kolektif pada masyarakat berdasarkan solidaritas
organik telah mengalami transformasi kedalam suatu solidaritas yang diikat oleh
pembagian kerja sehingga intensitas kesadaran kolektif hanya mencakup kalangan
masyarakat terbatas yang berada pada jangkauan ruang kesadaran kolektif itu
saja.[5]
Solidaritas organik didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi.
Saling ketergantungan itu bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi
dalam pembagian pekerjaan, yang memungkinkan dan juga menggairahkan
bertambahnya perbedaan dikalangan individu. Durkheim mempertahankan bahwa
kuatnya solidaritas organik itu ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat
memulihkan dari pada yang bersifat represif. Dalam sistem organik, kemarahan
kolektif yang timbul karena perilaku menyimpang menjadi kecil kemungkinannya,
karena kesadaran koleftif itu tidak begitu kuat.
3. Kesadaran Kolektif
Kesadaran kolektif
dapat memberikan dasar moral yang tidak bersifat kontraktual yang mendasari
hubungan kontraktual. Dalam benak Durkheim, kesadaran kolektif yang mendasar
ini diabaikan oleh ahli teori seperti Spencer, yang melihat dasar fundamental
dari keteraturan sosial ini dalam hubungan-hubungan yang bersifat kontraktual.
Kesadaran kolektif juga ada dalam bentuk yang lebih terbatas dalam pelbagai
kelompok khusus dalam masyarakat.
Durkheim juga
menekankan pentingnya kesadaran kolektif bersama yang mungkin ada dalam
pelbagai kelompok pekerjaan dan profesi. Keserupaan dalam kegiatan dan
kepentingan pekerjaan memperlihatkan suatu homogenitas internal yang memungkinkan berkembangnya
kebiasaan, kepercayaan, perasaan, dan prinsip moral dan kode etik bersama.
Akibatnya, anggota kelompok ini dibimbing dan dipaksa untuk berprilaku sama
seperti anggota satu suku bangsa primitif dengan pembagian kerja yang rendah
yang dibimbing dan dipaksa oleh kesadaran kolektif yang kuat. Durkheim merasa
bahwa solidaritas mekanik dalam pelbagai kelompok pekerjaan dan profesi harus
menjadi semakin penting begitu pembagian pekerjaan meluas, sebagi satu alat
perantara yang penting antara individu dan masyarakat secara keseluruhannya.
4. Anomi Durkheim
Anomi adalah suatu
situasi di mana terjadi suatu keadaan tanpa aturan, di mana ‘colective
conciousness (kesadaran kelompok)’ tidak berfungsi. Suatu situasi di mana
aturan-aturan dalam masyarakat tidak berlaku/berfungsi lagi sehingga orang
merasa kehilangan arah dalam kehidupan sosialnya. Contohnya krisis yang sering
terjadi di dalam perdagangan dan industri, terhadap spesialisasi yang jauh di
dalam ilmu pengetahuan yang merugikan kesatuan dalam ilmu pengetahuan sendiri,
terhadap sengketa antara modal dan kerja. Durkheim menamakan situasi
ini situasi pembagian kerja anomis.
Sebaliknya, menurut
pendapat Comte bahwa disintegrasi itu timbul pada saat pembagian kerja melewati
suatu batas kritis. Disintegrasi ini hanya dapat dibendung oleh negara yang
harus mengadakan tindakan yang mengatur. Durkheim berpendapat bahwa pandangan
ini tidak benar. Aturan-aturan hanya timbul apabila terdapat interaksi yang
cukup banyak dan cukup lama, kalau interaksi seperti itu tidak ada, maka
terjadi anomi, yaitu sama sekali tidak ada aturan, atau aturan-aturan yang ada
tidak sesuai dengan taraf perkembangan pembagian kerja. Karena itu, anomi tidak
boleh diberantas dengan mengurangi pembagian kerja, tetapi dengan menghilangkan
sebab-sebab anomi itu.
5. Integrasi Masyarakat
menurut Durkheim
Didalam karya besarnya
yang pertama Durkheim membahas masalah pembagian kerja. Menurut penglihatannya,
fungsi pembagian kerja itu ialah peningkatan solidaritas. Antara kawan-kawan
dan didalam keluarga ketidaksamaan menciptakan suatu ikatan : justru karena
individu mempunyai kualitas yang berbeda maka terdapatlah ketertiban,
keselarasan, dan solidaritas. Karena individu melakukan berbagai kegiatan, maka
mereka menjadi tergantung satu sama lain dan karenanya terikat satu sama lain.
Karena ketertiban, keselarasan, dan solidaritas merupakan keperluan umum atau
syarat-syarat hidup yang merupakan keharusan bagi organisme sosial, maka
hipotesa bahwa pembagian kerja adalah syarat hidup bagi masyarakat modern dapat
dibenarkan.
Kritik Terhadap Durkheim
Durkheim mendapat kritik terhadap jalan
pikirannya yang tidak kenal kompromi tentang besarnya peran jiwa kelompok yang
membentuk individu-individu anggota masyarakat yang oleh pengeritiknya dianggap
berat sebelah. Namun, Durkeim membantah kritikan tersebut sebab teori-teorinya
bukan tak berdasar, melainkan diperoleh dari penelitian-penelitian langsungnya
dan dengan metode-metode scientific.
Tampilnya Durkheim dengan teori yang
dikembangkannya telah merupakan kekuatan tersendiri untuk menopang kedudukan Sosiologi
di dalam perkembangan selanjutnya. Dia telah mendapat tempat tersendiri di
dalam pemikiran sosiologi dan jasanya begitu besar. Sudah barang tentu tokoh
sosiologi ini tidak lepas dari berbagai kritik tajam yang dialamatkan
kepadanya. Terutama tentang jalan pikirannya tersebut.
Perlu dicatat, kebolehan Durkheim untuk
menerapkan metode yang begitu scientific di dalam menunjang teori-teori yang
diajukannya. Sebagaimana kita lihat dia beranjak dari fakta-fakta yang dia
temukan dan kumpulkan secara mendetail. Hampir semua teori yang diajukannya itu
didukung oleh fakta-fakta dan ini merupakan prestasi tersendiri dari Sosiolog
Perancis ini.
Emile Durkheim “The Only Power to Decrease The Egoism is Strenght In The
Organization”
[1] George
Ritez & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Moderen, Edisi Ke-6 (Jakarta,
Kencana,2010), hal. 24.
[2] Ibid.,
hal. 25.
[3] George
Ritez & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Moderen, Edisi Ke-6, hlm.22.
[4]
Munandar Soelaeman, Ilmu Sosiologi Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial (Bandung,
PT Rafika Aditama, 2009), hlm. 35.
[5] Damsar, Pengantar
Sosiologi Ekonomi (Jakarta: Kencana,2009), hal.117.
Post a Comment for "Sosiologi Emile Durkheim"