Potret Wajah Perwakafan di Indonesia
By: Ibnu Kharis Jotako7
A. Pendahuluan
Indonesia pada 2030
diprediksi berpeluang menjadi Negara terbesar ketujuh dunia (the seventh
largest economy)[1] setelah
China, Amerika Serikat, India, Jepang, Brasil, dan Rusia. Dengan mengambil alih
posisi jerman dan Inggris. Menurut McKinsey, terdapat tiga hal yang menjadi
tantangan terbesar bagi Indonesia untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
ratarata 7 persen per tahun hingga 2030 untuk dapat mencapai hal tersebut.
Di antaranya, pertama
Indonesia harus menyelesaikan masalah terkait produktivitas tenaga
kerjanya yang rendah. Kedua, Indonesia juga harus menyelesaikan problem
distribusi pendapatan yang kurang merata dan tingginya kesenjangan
perekonomian. Serta, ketiga, Indonesia harus menjamin ketersediaan
infrastruktur dan kesiapan sumber daya.
Pemerintah tentu tidak
berdiam diri menyoroti hal ini. Sebab berbagai problem yang diungkap McKinsey
tersebut tentu bukan persoalan baru yang sedang ditangani oleh pemerintah.
Berbagai program juga telah digulirkan. Namun perlu terobosan dan percepatan
agar hal yang diprediksikan tersebut dapat menjadi kenyataan.
Oleh karena itu segala
potensi yang dimungkinkan untuk membantu percepatan pembangunan ekonomi
Indonesia harus disinergikan dan didayagunakan dengan optimal. Termasuk di
antaranya optimalisasi danadana filantropi yang ada, khususnya wakaf.[2]
Perwakafan di Indonesia
masih jauh tertinggal dibanding Negaranegara yang mayoritas berpenduduk Islam
lain seperti Mesir, Aljazair, Arab Saudi, Kuwait dan Turki. Mereka jauhjauh
hari sudah mengelola wakaf ke arah produktif.
Bahkan, di Negara yang
penduduk muslimnya minor, pengembangan wakaf juga tak kalah produktif.
Singapura misalnya, aset wakafnya, jika dikurskan, berjumlah S$ 250 juta. Untuk
mengelolanya, Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) membuat anak perusahaan
bernama Wakaf Real Estate Singapura (WARES).[3]
Regulasi perwakafan
Indonesia pertama kali dimulai sejak awal abad ke-20 yang dilakukan oleh pihak
pemerintah kolonial belanda pada tanggal 31 januari 1905, berlanjut hingga masa
kemerdekaan 3 januari 1946 wakaf berada dibawah pengawasan depag (Permen. No.
33/1946).
Selanjutnya mengalami
perubahan setelah berlakunya Permen. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah
milik, perbaikan dan perubahan peraturan wakaf di Indonesia masih berlanjut
hingga pada tanggal 27 Oktober 2004 pemerintah mengeluarkan UU. No. 41 tahun
2004 tentang wakaf. Undang-undang ini merupakan pertama kali yang khusus
mengatur mengenai wakaf. semua undang-undang mengenai wakaf ini masih berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.[4]
Pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia terus berupaya dalam memajukan bidang wakaf regulasi terus
berlanjut dengan peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan
undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, peraturan badan wakaf
indonesia nomor 01 tahun 2009 tentang pedoman pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf bergerak berupa uang, keputusan direktur jenderal bimbingan
masyarakat islam nomor DJ.II/522 tahun 2010 tentang pedoman permohonan izin
tukar menukar harta benda wakaf, dan Peraturan menteri agama republik indonesia
nomor 73 tahun 2013 tentang tata cara perwakafan benda tidak bergerak dan benda
bergerak selain uang.[5]
B. Pembahasan
1. Kedudukan BWI
Badan Wakaf Indonesia
(BWI) merupakan perwujudan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 47,
adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia.
Untuk kali pertama,
Keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden Republik Indonesia, sesuai dengan
Keputusan Presiden (Kepres) No. 75/M tahun 2007, yang ditetapkan di Jakarta, 13
Juli 2007. Jadi, BWI adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan
di Indonesia yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun, serta bertanggung jawab kepada masyarakat.[6]
BWI berkedudukan di
ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di
Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan. Dalam kepengurusan,
BWI terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan, masing-masing dipimpin
oleh oleh satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh
para anggota.
Badan pelaksana merupakan
unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsure pengawas
pelaksanaan tugas BWI. Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling
sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang
berasal dari unsur masyarakat.[7]
Keanggotaan Badan Wakaf
Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Keanggotaan Perwakilan
Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan oleh Badan Wakaf
Indonesia. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama
3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Untuk pertama kali,
pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh
Menteri. Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada
Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.[8]
2. Tugas dan wewenang[9]
berdasarkan UU No. 41/2004 Pasal 49 ayat 1
disebutkan, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.
2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.
3. Memberikan persetujuan dan atau izin atas
perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf.
4. Memberhentikan dan mengganti nazhir.
5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta
benda wakaf.
6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada
Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Pada ayat 2 dalam pasal
yang sama dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugasnya BWI dapat bekerjasama
dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat,
para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dianggap perlu.
Dalam melaksanakan
tugas-tugas itu BWI memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis
Ulama Indonesia, seperti tercermin dalam pasal 50. Terkait dengan tugas dalam
membina nazhir, BWI melakukan beberapa langkah strategis, sebagaimana
disebutkan dalam PP No.4/2006 pasal 53, meliputi:
1. Penyiapan sarana dan prasarana penunjang
operasional Nazhir wakaf baik perseorangan, organisasi dan badan hukum.
2. Penyusunan regulasi, pemberian motivasi,
pemberian fasilitas, pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap
harta benda wakaf.
3. Penyediaan fasilitas proses sertifikasi
Wakaf.
4. Penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW,
baik wakaf benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak.
5. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah
untuk melakukan pembinaan dan pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan
lingkupnya.
6. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana
wakaf dari dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.
Tugas-tugas itu, tentu tak
mudah diwujudkan. Jadi, dibutuhkan profesionalisme, perencanaan yang matang,
keseriusan, kerjasama, dan tentu saja amanah dalam mengemban tanggung jawab.
Untuk itu, BWI merancang visi dan misi, serta strategi implementasi.
Visi BWI adalah
“Terwujudnya lembaga independen yang dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan
dan integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional dan internasional”.
Sedangkan misinya yaitu “Menjadikan Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga
profesional yang mampu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf
untuk kepentingan ibadah dan pemberdayaan masyarakat”.
3. Fungsi Lembaga BWI[10]
Badan Wakaf Indonesia
merupakan lembaga wakaf yang bersifat nasional, selain bertugas
mengkoordinasikan para nazhir Badan Wakaf Indonesia pun memprakarsai kerja sama
antar nazhir, dengan demikian mereka dapat saling tolong menolong dalam
pengelolaan wakaf.
4. Struktur
kepengurusan dan pertanggungjawaban[11]
Badan Wakaf Indonesia
terdiri atas dua unsur yakni Badan pelaksana dan dewan pertimbangan. Badan
pelaksana merupakan unsur pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, sedangkan
dewan pertimbangan merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf
Indonesia.
Ketentuan yang mengatur
memberikan peluang kepada anggota Badan Wakaf Indonesia untuk berijtihad dalam
mengatur diri mereka sendiri dikarenakan badan pelaksanaan dan dewan
pertimbangan Badan Wakaf Indonesia masing-masing dipimpin oleh satu orang ketua
dan dua orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota sedangkan
susunan keanggotaannya ditetapkan oleh para anggota.
Didalam bab VI badan wakaf
indonesia (BWI) bagian kedua ditentukan struktur organisasi, yaitu Pasal 51:
a. Badan Wakaf Indonesia
terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.
b. Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan unsur pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia.
c. Dewan Pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas
Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 52
a. Badan Pelaksana dan
Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51,
masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua
yang dipilih dari dan oleh para anggota.
b. Susunan keanggotaan
masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh para anggota
Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua
puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur
masyarakat.
Pasal 54
a. Untuk dapat diangkat
menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon anggota harus memenuhi persyaratan :
1. warga negara
Indonesia;
2. beragama Islam;
3. dewasa;
4. amanah;
5. mampu secara jasmani
dan rohani;
6. tidak terhalang
melakukan perbuatan hukum;
7. memiliki
pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau
ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
8. mempunyai komitmen
yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional.
b. Selain persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan mengenai persyaratan lain untuk
menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh Badan Wakaf
Indonesia.
Berikut ini adalah
susunan struktur organisasi BWI 2011-2014.[12]
Dewan Pertimbangan
Ketua: Dr. H.M.
Anwar Ibrahim
Wakil Ketua: Bahrul Hayat, Ph.D
Wakil Ketua: Bahrul Hayat, Ph.D
Prof. Dr. H.
Nasaruddin Umar, M.A.
Anggota:
Drs. H. Achmad Djunaidi, MBA
Dr. H. Mulya E. Siregar
H. Muhammad Abbas Aula, Lc., MHI
Prof. Dr. Suparman
Abdullah
Badan Pelaksana
Ketua: Prof. DR.
K.H. Muhammad Tholhah Hasan
Wakil Ketua: H. Mustafa Edwin Nasution, Ph.D
Wakil Ketua: H. Mustafa Edwin Nasution, Ph.D
Drs. K.H. A. Hafizh
Utsman
Sekretaris: Dr. H.M. Attamimy, M.Ag.
Wakil Sekretaris: H.M. Cholil Nafis, Lc., Ph.D
Wakil Sekretaris: H.M. Cholil Nafis, Lc., Ph.D
Drs. H. Sutami, M.Pd.I
Bendahara: H.M. Mardini
Wakil Bendahara: H. Abdul Qodir, SH, MA
Wakil Bendahara: H. Abdul Qodir, SH, MA
Divisi-divisi
Pembinaan Nazhir: Dr.
K.H. Maghfur Usman
Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, M.A.
Dr. H. Jafril Khalil, MCL
Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf:
Ir. H. Suhaji Lestiadi, M.E.
Iggi Haruman Achsien, S.E.
Ir. H.M. Khairul Huda
Hubungan Masyarakat:
Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah, M.A.
Ir. H. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS
Kelembagaan:
Dr. Wahiduddin Adams, S.H., M.A.
Drs. H. Arifin Nurdin, S.H.
Mohammad Soleh Amin, S.H.
Penelitian dan Pengembangan:
Prof. Dr. Hj. Uswatun Hasanah, M.A.
Dr. Amelia Fauzia
Kerja Sama Luar Negeri:
Dr. H. Nur Samad Kamba
H. Arif Zamhari, Ph.D.
C. Penutup
Badan Wakaf Indonesia
adalah lembaga yang berkedudukan sebagai media untuk memajukan dan mengembangkan
perwakafan Nasional. Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga wakaf yang
bersifat nasional selain bertugas mengkoordinasikan para nazhir, Badan Wakaf
Indonesia pun memprakarsai kerja sama antar nazhir, dengan demikian mereka
dapat saling tolong menolong dalam pengelolaan wakaf. Badan Wakaf Indonesia
terdiri atas dua unsur yakni Badan pelaksana dan dewan pertimbangan.
Sesuai dengan aturan
Undang-Undang tentang batasan minimum dan batasan maksimum keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia menyatakan bahwasannya jumlah minimum anggota untuk Badan Wakaf
Indonesia yakni 20 (dua puluh) orang, sedangkan batasan maksimumnya adalah 30
(tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.
Tugas-tugas Badan
wakaf Indonesia adalah, Melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional, Memberikan persetujuan dan atau ijin atas
perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, Memberhentikan dan mengganti
Nazhir, Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf, Memberikan
saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibibang
perwakafan.
Pengangkatan dan
pemberhentian keanggotaan Badan Wakaf Indonesia dilakukan oleh presiden. Namun
ketika kita berbicara perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah, semua itu
tidak bicara lagi presiden dikarenakan Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf
Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia.
Keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Untuk pertama kali,
pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh
Menteri Agama.
Sobat Jotako7,
begitulah gambaran wajah perwakafan di Indonesia yang perlu dikembangkan. BWI
sebagai lembaga dari pemerintahan memang bertugas melakukan pengembangan
perwakafan yang ada saat ini. Namun kita sebagai warga, tidak boleh tidak alias
wajib, untuk membantu berkreasi sekreatif mungkin agar wakaf yang ada di
Indonesia menjadi lebih bermanfaat dan produktif.
Salam Hangat Jotako7
Jurnal Of Trust And Kaleidoscopical
Obsession
Jujur Omongane, Tawadhu’ Akhlake, Kualitas
Obrolane
D. Daftar Pustaka
Abdul Ghafur anshari,
2006. Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar
Media.
Ai Nur
Bayinah. TT. Exploring
and Empowering Waqf Invesment Toward an Acceleration of Economic Development in
Indonesia, Jurnal IACIS IAIN Surabaya edisi XII.
Badan Wakaf Indonesia, Profil Badan Wakaf Indonesia, data diperoleh
dari http://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/tugas-dan-wewenang, pada hari Rabu, 12
Nopember 2014 pukul 6:45.
KEMENAG Banda Aceh Seksi
Penyelenggara Syariah, Regulasi Wakaf di Indonesia, data diperoleh dari http://psyariah.kemenag-bandaaceh.web.id/regulasi-wakaf-di-indonesia/ dipublish pada
tanggal 21 Februari 2014.
Sunarsip. 2012. Menuju The Next Seventh?,
Republika, 8 Oktober 2012.
Syafrudin
Arif, 2010. Wakaf Tunai sebagai Alternatif Mekanisme Redistribusi Keuangan Islam, Jurnal Ekonomi Islam La_Riba, Volume IV, No. 1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
[1]
ckinsey, The Archipelago economy:
Unleashing Indonesia’s Potential,
sebagaimana dikutip oleh Sunarsip, Menuju The Next Seventh?,
Republika, 8 Oktober 2012.
[2] Ai
Nur Bayinah, Exploring and Empowering Waqf Invesment
Toward an Acceleration of Economic Development in Indonesia, Jurnal IACIS
IAIN Surabaya edisi XII.
[3]
Syafrudin Arif, Wakaf Tunai sebagai Alternatif Mekanisme Redistribusi
Keuangan Islam, Jurnal Ekonomi Islam La_Riba, Volume IV,
No. 1, Juli 2010, hal. 8687.
[4] Abdul Ghafur anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia (Yogyakarta:
Pilar Media, 2006), hal. 39-52.
[5] KEMENAG Banda Aceh Seksi Penyelenggara Syariah, Regulasi Wakaf di
Indonesia, data diperoleh dari http://psyariah.kemenag-bandaaceh.web.id/regulasi-wakaf-di-indonesia/ dipublish pada tanggal 21 Februari 2014.
[6] Badan Wakaf Indonesia, Profil Badan Wakaf Indonesia, data diperoleh
dari http://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/tugas-dan-wewenang, pada hari Rabu, 12 Nopember 2014 pukul 6:45.
[12] Badan Wakaf Indonesia, Struktur Organisasi, data diperoleh dari http://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/anggota-bwi, pada hari Rabu, 12 Nopember 2014
pukul 7:52.
Post a Comment for "Potret Wajah Perwakafan di Indonesia"