Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penguatan Daya Saing Industri Halal Melalui Pendekatan Quadruple Helix Dalam Menghadapi MEA 2015




BY: Ahmad Saebani, Susi R, dan Oom Hujaimah
IAIN Purwokerto

A.    Potensi Wisata Syariah Indonesia (Halal Tourism)

Potensi Indonesia dengan penduduk yang berjumlah banyak dan didukung oleh kekayaan alam yang melimpah, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pusat wisata yang di minati oleh wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Kekayaan alam Indonesia mulai dari darat hingga laut yang semakin menambah keindahan dalam setiap perjalalanan wisata yang ingin dikunjungi, sehingga Indonesia memiliki beragam pilihan untuk destinasi wisata.

Keyakinan penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam memberikan pengaruh yang besar terhadap kultur kehidupan masyarakat Indonesia. Baik dari segi makanan,fashion, perhotelan, lembaga keuangan, wisatadan lainnya yang berlabel syariah. Bukan hanya masyarakat muslim saja, namun non muslim pun sangat mengapreasiasi terhadap trend syariah saat ini.

Hal tersebut menjadikan pemerintah berpikir lebih serius mengenai pemanfaatan wisata yang ada di Indonesia, salah satunya dengan memulai perumusan dengan adanya wisata syariah. Sebab dari data yang didapat oleh kementrian pariwisata meyatakan bahwa kunjungan muslim ke Indonesia mencapai 1.270.437 setiap tahunnya.Dari total tersebut, wisatawan muslim tidak hanya dari timur tengah tetapi juga dari Eropa dan mayoritas dari mereka adalah para turis dari Arab Saudi, Bahrain, Malaysia, Brunei dan Singapura. Sedangkan turis “wisata syariah” dari Indonesia nya sendiri mencapai tujuh juta jiwa dimana 17 % diantaranya merupakan wistawan muslim.

Pariwisata syariah dijadikan sebagai cara pandang yang baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami. Selain itu tujuan wisata syariah ini dimaksudkan untuk mendorong tumbuh kembangnya entitas bisnis syariah di lingkungan pariwisata syariah. Bukan hanya Indonesia, negara-negara Asia yang lain juga mulai mengembangkan wisata syariah seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Korea, Jepang, bahkan China telah lebih dahulu mengembangkan pariwisata syariah. Dalam hal ini pemerintah Indonesia menggandeng Dewan Syaiah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Lembaga Sertifkasi Usaha (LSU). Bahkan rencananya standar pariwisata syariah akan tertuang dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.[1]

Tujuan dari pariwisata syariah sendiri seperti yang telah dikemukakan oleh Firmansyah selaku Dirjen Pengembangan Tujuan Kemenparekraf bahwa konsep wisata syariah adalah kegiatan rekreasi yang disertai dengan nilai-nilai Islam, pariwisata syariah berbeda dengan perjalanan religious.[2]

Namun meski pemerintah telah berpikir tentang cara mengembangkan wisata syariah, keadaan wisata syariah di Indonesia kurang maju bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia yang sudah menjalankan wisata syariah.Sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar, Indonesia terbilang terlambat dalam merespons pasar turis dunia dengan konsep wisata syariah dibandingkan negara-negara muslim lainnya, seperti Turki dan Malaysia.

Menurut Vice Chairman ASITA Jakarta, Rudiana, jumlah wisatawan asal Timur Tengah ke Indonesia masih sangat sedikit jika dibandingkan kunjungan mereka ke Malaysia. Bahkan, kunjungan wisatawan asal Timur Tengah ke Malaysia jumlahnya mencapai 5-6 kali lipat jumlah kunjungan mereka ke Indonesia. “Saya pernah lakukan survei kecil-kecilan pada mereka, hasilnya mereka bilang karena di Malaysia banyak halal food, tapi di Indonesia tidak ada. Indonesia hanya ada no pork. Waktu dibilang semuanya halal, mereka tanya sertifikatnya,” kata Rusdiana.[3]

B.    Wisata Syariah Dalam Pandangan Islam

46. Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

Selain itu, Al-Quran juga mengharapkan dari perjalanan wisata agar manusia mendapat manfaat dari sejarah pribadi atau tempat-tempat (lihat : Q.S Al-Mu’min [40] : 21) serta mengenal alam ini dengan segala keindahan dan seninya yang menunjukkan kekuasaan Allah (lihat : Q.S Al-Ankabut [29] : 20). Tidak kurang pentingnya dalam rangka perjalanan itu adalah (semakin) terbukanya peluang untuk mendapat rezeki dari Allah.

Untuk lebih mengoptimalkan esensi perjalanan wisata, di setiap objek wisata mutlak diperlukan para pemandu yang bertugas bukan sekedar menjelaskan seluk-beluk sejarah, keadaan, atau sifat-sifat objek wisata yang dikunjungi, tetapi juga harus menggugah hati para wisatawan. Dengan begitu, mereka—wisatawan—tentu akan dapat menarik pelajaran dari suatu perjalanan dan pada gilirannya nanti akan mengantarkan kepada kesadaran akan arti serta filosofi hidup ini.

Tentunya, ketika berbicara mengenai wisata syariah, kita tidak terlepas dari pelayanan yang dibenarkan menurut syariah. Dalam wisata syariah, dibutuhkan kepastian mengenai produk makanan halal dalam penyediaannya. Sebagaimana diungkapkan oleh Rusdiana bahwasanya wisman Timur Tengah yang mengunjungi Malasysia jumlah 4-5 kali lipat wisman yang mengunjungi Indonesia. Hal ini dikarenakan di Malaysia, ada kepastian mengenai halal food. Sementara di Indonesia, makanan baru sebatas no pork. Ini sejalan dengan yang diungkapkan ketua MPR RI Zulkifli Hasan. Bahwasnya kualitas sumber daya dipengaruhi oleh asupan konsumsi yang dilakukan, dalam hal ini halal dan thoyyib, halal dalam arti sebagai tuntunan agama sedangkan thoyyib dalam pengertian kandungan gizi yang baik.[4] Mengenai hal ini juga sudah secara gamblang termaktub dalam Alquran ;

88. dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.[5]


C.    Pendidikan Halal Sebagai Upaya Memperkuat Posisi Indonesia dalam Persaingan Industri Halal di ASEAN

Pendidikan merupakan pilar pembangunan sebuah negara. Melalui sistem pendidikan, pengetahuan dan keterampilan terbentuk. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki Sumber Daya Insani Indonesia inilah yang memicu perekonomian negara. Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran penduduk Indonesia akan pentingnya menyediakan fasilitas wisata syariah yang menjamin para wisatawan, diperlukan pendidikan yang memadai melaui berbagai training atau program khususnya bagi pengusaha industri dan masyarakat secara umum. Guna melakasakan hal tersebut, diperlukan berbagai institusi pendidikan halal seperti[6]International Institute for Halal Research and Training (INHART), di Universiti Islam Antara bangsaMalaysia (sekarang IIUM) danInstitute Halal Research and Management (IHRAM), di Universiti Sains Islam.

Institusi Pendidikan Halal dalam kaitannya dengan Para Pelaku Industri ini difungsikan untuk memberikan berbagai training pendidikan halal kepada para pelaku industri wisata syariah sehingga produk/jasa yang tercipta adalah produk/jasa yang berdaya saing tinggi dan memiliki tingkat kepercayaan tinggi di kalangan konsumen. Berbagai program training pendidikan halal tersebut dapat berupa:

1.    Program Training Halal (Halal Training Program):
a) Sistem ManajemenSyariah/Halal (The Halal Management System-HMS)
b)         Sistem BisnisSyariah Halal (The Halal Business System-HBS)
c) Sistem Audit Syariah Halal (The Halal Audit System-HAS)

2.    Kepatuhan Shariah (Shariah Compliance):
a) Hotel yang memenuhi Kepatuhan Shariah (Shariah Compliance Hotel-SCH)
b)         Wisata Syariah/Halal (Halal Tourism-HT)

3.    Program Pelatihan Khusus (Designated Training Program)
a) Program Eksekutif Kepatuhan terhadap Shariah
b) Pelatihan Ketua Auditor Halal

Jadi tarining pendidikan halal ini tidak hanya ditunjukkan untuk para penyedia layanan perjalanan wisata syariah. Namun lebih kepada semua para pelaku industri yang berkaitan dengan wisata syariah termasuk juga Usaha Menengah/Usaha Kecil yang bergerak di bidang kuliner yang masuk ke dalam destinasi wisata syariah. Penting pula bagi UM/UK memiliki serifikasi halal dalam produk makanannya sehingga para wisatawan dapat mencicipi beraneka ragam produk kuliner Indonesia tanpa harus terikat dengan pelayanan makanan dari penyedia jasa wisata.

20. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi[1147]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Sedangkan Institusi Pendidikan Halal dalam kaitannya dengan Pemerintah dapat difungsikan untuk mendukung pembangunan industri halal di Indonesia sehingga pembangunan industri yang tercipta adalah suatu pembangunan yang menguatkan posisi industri halal dan terintegrasi dengan pembangunan lainnya.

Institusi Pendidikan Halal dalam kaitannya dengan masyarakat, berfungsi sebagai agen dalam proses sosialisasi dan edukasi mengenaiIndustri Halal, terutama Industri Halal di Negeri sendiri. Karena tanpa adanya dukungan masyarakat Indonesia sebagai konsumen produk asal negeri sendiri, tentunya semuanya akan sia-sia. Pasalnya pangsa pasar terbesar justru adalah masyarakat Indonesia. Jangan sampai di era MEA ini, Indonesia hanya sebagai sasaran pasar produk-produk halal dari negara-negara tetangga.



[4]Website Halal MUI, diakses tanggal 7 Februari 2015, http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/detil_page/8/22432/30/1/10
[5]Q.S. Al-Maidah [05] : 88
[6]Jamaludin, Mohammad Aizat, dkk. Role of Halal Training Institutes in the Development of Halal Education in Malaysi. Universiti Putra Malaysia: Institut Penyelidikan Produk Halal.

Post a Comment for "Penguatan Daya Saing Industri Halal Melalui Pendekatan Quadruple Helix Dalam Menghadapi MEA 2015"