Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Abad 21 Eranya Anak Muda Bertani


Berdasarkan data , Jumlah Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) di Indonesia adalah 47.412 orang. Mereka digaji 1.500.000 perbulan, dan tidak banyak dari mereka yang menggunakan gaji tersebut untuk mengelola sawahnya. Dan hal ini ironis sekali karena dari uang tersebut bukannya untuk mengembangkan kemaslahatan pertaniannya malah digunakan untuk pembiayaan konsumtif seperti beli motor, atau pembelian barang di luar kebutuhan pertanian.

Alhasil, jika penyuluh saja yang notabene mereka adalah guru resmi bagi para petani itu tidak serius bertani, apalagi para petaninya. Falsafah bangsa Indonesia yang mengatakan guru kencing berdiri murid kencing berlari ini sungguh terjadi. Bertani bagi mereka hanya sebagai common activity saja, bukan bagian dari bisnis/usaha demi kebutuhan hidupnya. Petani menjadi kecanduan bantuan-bantuan, menjadi kerdil pemikirannya dan bermental miskin. Lihat saja kasus bantuan pupuk bersubsidi/ bantuan benih, ada diantara petani yang tidak menggunakan bantuan tersebut malah dijual kepada orang lain demi mendapatkan uang untuk konsumsi seperti bayar cicilan motor/hutang.

Saya katakan pemerintah Indonesia khususnya yang berkewajiban mengurusi pertanian itu memang pintar, tapi bukan cerdas. Kalau orang pintar itu ketika menyelesaikan satu permasalahan ternyata njedul lagi permasalahan lain, artinya muncul berbagai bentuk permasalahan lainnya. Sedangkan orang cerdas, dia mampu menyelesaikan permasalahan dengan bijak tanpa menimbulkan permasalahan lainnnya.

Amanah pembukaan undang-undang Republik Indonesia yang mengatakan negara turut ikut andil dalam mencerdaskan bangsanya, saat ini terlupakan bahkan cenderung dilupakan. Menurut hemat saya jika petani dicerdaskan tentu berbagai permasalahan petani selesai. Tapi sayangnya hingga saya menuliskan artikel ini belum ada/dengar program mencerdaskan petani di Indonesia.

Fakultas pertanian berdiri dan menjamur di ujung kota di Indonesia. Tapi seberapa banyak sih sarjana pertanian yang ketika lulus sarjana kembali bekerja di sawah? Kondisi seperti ini disebabkan karena faktor penghasilan petani itu rendah, merupakan pekerjaan kasar, tidak bergengsi dan bertani itu tidak menjamin pemenuhan kebutuhan hidupnya. Ini adalah anggapan yang salah dan perlu diluruskan dan instal ulang kepada generasi muda Indonesia agar bisa kembali pada pertanian, karena bertani dengan benar dan cerdas dirinya bisa kaya, bisa terpenuhi kebutuhannya dibanding menjadi buruh/karyawan merantau di luar kota.
Apa kata Dunia Jika Mahasiswa Nyawah? Dont Worry

Lalu bagaimana pertanian itu bisa menjadi sektor yang menjanjikan bagi kawula muda Indonesia? Cerdaskan petani Indonesia terlebih dahulu baru pertanian maju dan disegani bagi para pemuda. Hal ini selaras dengan apa yang dicontohkan oleh kantor perwakilan Bank Indonesia Purwokerto Banyumas, mengajarkan petani tentang pertanian yang benar dengan teknologi dan sistem tanam Hazton, mendampinginya, berinovasi sesuai kondisi pertanian saat ini, mengajarkan manajemen keuangannya pasca panen, dan mengelola kelembagaan kelompok tani.

Ketika anak muda cerdas dengan pertanian, produktifitas menjadi naik, 30% inflasi yang disebabkan karena subsektor makanan pangan bisa terselesaikan, ketahanan pangan bisa aman, pengangguran pemuda berpendidikan bisa diminimalisir, dan Indonesia benar-benar merdeka. Selamat HUT RI Ke 71, saatnya menuju Era Pertanian Anak Muda
karena Abad 21 Abadnya Anak Muda Bertani.

Salam Jotako7 Salam Hazton

Post a Comment for "Abad 21 Eranya Anak Muda Bertani"