Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kapan Petani Indonesia Merdeka?




by: Ibnu Kharis
Pertanian merupakan hal urgen yang harus diperhatikan oleh semua pihak. Pasalnya, beras merupakan makanan dasar bagi mayoritas rakyat Indonesia kini mengalami beberapa permasalahan. Sebagai bangsa Indonesia yang kesehariannya makan nasi tentunya kita mesti harus peduli dengan nasib para petani. Merekalah yang berjuang di garda paling depan untuk menjamin ketersediaan stok beras dalam negeri tercukupi. 

Selama empat bulan lamanya petani berjuang di sawahnya tanpa kenal lelah dan pantang menyerah. Panas terik matahari menghanguskan kulitnya hingga kulit mereka hitam dan lusuk tapi kita (strata sosial) anggap mereka adalah orang rendahan. Tidak jarang pak tani kehujanan ditengah siang bolong kuyup kedinginan disertai petir yang mengelegar, tapi kita belum peduli akan keselamatan jiwanya. Dimana rasa kepedulian kita terhadap para petani?

Saya mengajak anda sekalian peduli dengan nasib dan derita petani di Indonesia. Sebab, bangsa ini sedang terkikis akan moralitas dan kepekaan terhadap sesama. Tanpa disadari para petani sudah bayak dikerjain atau dimanfaatkan oleh beberapa pihak. Dengan dalih diberi bantuan baik pupuk maupun program-program lain seperti pembangunan irigasi, benih, traktor, impor, dan lain-lainnya, ternyata mereka diterkam dari belakang dan hanya dijadikan kuda tunggangan saja. Silahkan buktikan berapa banyak mafia-mafia dari program-program untuk petani.

Selama ini banyak bantuan yang mengucur deras dari pemerintahan kepada petani, namun sayang belum ada program pencerdasan petani. Sebab, jika petani di Indonesia ini sudah cerdas tentu dengan sendirinya para petani melakukan terobosan-terobosan terbaik untuk mensukseskan pertaniannya. 

Inilah gambaran pejuang pangan bangsa Indonesia wahai saudaraku yang dibodohi oleh program-program sesaat. Hingga akhirnya psikis mereka menjadi benar-benar terinstal oleh mental keropos, berjiwa kerdil, tidak mandiri, selalu mengharapkan bantuan, menganggap dirinya lemah dan miskin. Wahai pemerintah Indonesia, pembukaan undang-undang dasar 1945 mengamanatkan untuk mencerdaskan anak bangsa. Lalu inikah buktinya?

Presiden Soekarno pernah mengatakan: “Pangan (dalam hal ini padi/beras) adalah urusan hidup atau mati suatu bangsa”. Sementara itu presiden Soeharto melaui pidatonya dahulu pada tahun 1985 disaat menerima penghargaan Swasembada beras dari organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) di Roma menyebutkan: “Ketangguhan petani dan kelembagaan masyarakat adalah sebagai salah satu kunci dari keberhasilan pertanian di Indonesia”. 

Kini, 71 tahun sudah Indonesia merdeka, petani dihadapkan pada serangkaian ketidakpastian masa depan kebijakan pertanian. Upaya merevitalisasi pertanian seakan lenyap ditelan kontroversi kebijakan yang terjadi, padahal itu adalah Repelitanya presiden SBY. Pada tahun administrasi kedua SBY, pemerintah hanya mampu mencetak sawah baru 50 ribu hektar per tahun. Sementara laju konversi lahan sawah menjadi lahan lain mencapai 100 ribu hektar per tahun. 

Menurut Bustanul Arifin (pakar pertanian IPB), saat ini pemerintah nampak kesulitan menggerakkan para pemuda-pemudi tangguh. Hal itu dimaksudkan untuk mendampingi dan memberdayakan petani, agar mampu memanfaatkan inovasi teknologi baru yang akan meningkatkan produksi, produktifitas, dan meminimalkan biaya pengolahan lahan.

Menurut data Balitbang, kebutuhan beras akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan realisasi produksi padi dalam 5 tahun terakhir, terindikasi bahwa laju pertumbuhan produksi padi makin menurun dan biaya produksi padi ke depan akan semakin mahal dan sulit. 

Berdasarkan hemat penulis, melalui pengakuan realitas data yang ada di atas tadi kita mesti menuju Inovasi teknologi revolusioner yang mampu menjawab, mengatasi, dan membuktikan pada para petani di Indonesia, melalui Teknologi dan Sistem Tanam Hazton.
Mengapa Hazton?

Berdasarkan penjelasan dari Djoko Juniwarto, selaku yang men-trigger dan menginisiasi awal mula Hazton oleh Bank Indonesia Pontianak. Hazton adalah teknologi budidaya padi yang di rekayasa dan ditemukan berdasarkan penelitian Ir. Hazairin MS dan Anton Komarudin SP, MSi. pada tahun 2013. Hazton mampu menghasilkan padi berton-ton 2-3 kali lipat dari biasanya, yakni bisa mencapai 10-16 ton per hektar. Biaya pengolahan Hazton bisa ditekan, karena tidak ada bea penyulaman padi, penyiangan gulma (matun), dan menggunakan kearifan lokal seperti pupuk kandang (sedikit pupuk kimia).


 Anton Komarudin Sering Sidak Langsung Ke Sawah

Saat ini, Hazton yang bertumpu pada penggunaan bibit tua 25-30 HSS dengan jumlah bibit ombol 20-30 batang per lubang terus berinovasi dan banyak di replikasi di Banyumas dan seluruh penjuru tanah air Indonesia secara mandiri oleh para petani. Hal ini dikarenakan Hazton memberi bukti baik kepada petani serta mengajarkan kelihaian (mencerdaskan) petani mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di sawahnya, baik saat mengimunisasi benih yang baik, penyiapan lahan sesuai kadar PH tanah, cara memindah tanam yang baik, mengatasi hama keong, sundep, hama tikus (Rubuha), hingga saat panen dan pasca panen.

Oleh karena itu, sangat baik jika Hazton terus dikembangkan diseluruh persawahan di Indonesia dan kini, sudah saatnya petani menggunakan Teknologi Hazton dan semoga petani bisa merdeka secara ekonomi dan merdeka secara sosial.

Purwokerto, 08 Mei 2016

Post a Comment for "Kapan Petani Indonesia Merdeka?"