Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kandungan Nilai Pendidikan Karakter Dalam Al-Quran


Oleh: Mutholaah, M.Pd.
diolah dari Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr IAIN Purwokerto

Beberapa nilai pendidikan karakter  yang terkandung dalam  konsep reproduksi manusia ada pada al-Qur’an ada pada surat al-Mu’minun ayat 12-14 


Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Lebih detailnya adalah sebagai berikut:

1.   Allah Menciptakan Manusia dari Saripati Tanah terkandung Nilai Karakter Rendah hati, tidak sombong, Keimanan Kepada Tuhan YME.

Sekelompok mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan manausia di sini adalah putra Adam. Mereka mengatakan bahwa air mani lahir dari darah yang terjadi dari makanan, baik yang bersifat hewani maupun yang bersifat nabati. Makanan yang bersifat hewani akan berakhir pada makanan yang bersifat nabati, dan tumbuh-tumbuhan lahir dari saripati tanah  dan air. Jadi pada hakekatnya manusia lahir dari saripati tanah kemudian saripati itu mengalami perkembangan kejadian hingga menjadi mani.[i] Saripati tanah artinya Allah Swt. menciptakan manusia berasal dari seorang laki-laki dan perempuan, keduanya mengonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang juga memperoleh makanan dari tanah. Saripati makanan yang dimakan oleh kedua orang tua  menjadi sperma dan sel telur.  Air mani yang berasal dari saripati tanah, juga mengandung makna bahwa manusia pada akhirnnya akan kembali pada tempatnya semula, yaitu tanah. Tanah yang dimaksud adalah liang lahat. Artinya manusia berasal dari tanah, dan akan kembali tinggal menyatu dengan tanah. Oleh karena itu manusia tak pantas bersikap sombong.

Menurut Raghib Al Asfahani Ia mengatakan, “Sombong adalah keadaan seseorang yang merasa bangga dengan dirinya sendiri. Memandang dirinya lebih besar dari pada orang lain, Kesombongan yang paling parah  adalah sombong kepada Rabbnya dengan menolak kebenaran dan  angkuh untuk tunduk kepada-Nya baik berupa ketaatan ataupun mengesakan-Nya[ii].

Akan tetapi manusia dituntut berperilaku  tawad}u’ atau rendah hati sesuai dengan asal mula kejadian manusia dari air mani. Tawad}u’  adalah mengeluarkan kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita. Pada hakekatnya tawad}u’  itu adalah “sesuatu yang timbul karena melihat kebesaran Allah, dan terbukanya sifat-sifat Allah.” (Ahmad   Athoillah, 2006: 448).[iii] Tawad}u’  adalah kerendahan hati yang tidak menilai dirinya lebih baik dari orang lain dan tuntutannya adalah perilaku dan ucapan hormat kepada orang lain. (Mulla Ahmad Naraqi, Mi’rajus Saadah, halaman 300).[iv]

2.   Hasil Pembuahan Menjadi Segumpal Darah (‘alaqah) terkandung Nilai Karakter Tolong menolong, Kerja sama, jujur

Secara simbolis ‘alaqah dapat menggambarkan sifat manusia yang terdiri dari dua dimensi  (bidimensional), yakni dimensi jasmani dan rohani, karena itu manusia harus menjalin hubungan dua arah, yakni komunikasi vertikal dan horizontal. Yang pertama komunikasi antara manusia dan Tuhannya (ibadah dalam arti khusus), dan manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya (mu’amalah)[v]. Oleh karena itu manusia merupakan makhluk Tuhan yang bersifat homososial, secara simbolik kata “alaqah” menggambarkan manusia tidak mampu hidup sendiri selalu terantung dengan Tuhan dan juga dengan makhluk lain. Hubungan horisontal lebih sulit di banding dengan hubungan vertikal, karena setiap orang dalam menjalin komunikasi itu selalu membawa kepentingannya masing-masing dan umumnya mereka mencintai diri sendiri, untuk itu perlu diletakkan prinsip muamalah.[vi] Dapat juga dimaknai lain, yakni ketergantungan tersebut dapat menimbulkan rasa kebersamaan atau gotong-royong yang harus secara langsung selalu terbina dalam kehidupan komunitas.

Islam adalah ajaran yang bernilai Robbaniyah, yang di dalamnya terkandung hukum-hukum dan aturan-aturan untuk kemaslahatan umat manusia. Untuk itu, dalam mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam pun tidak dapat dilakukan dengan seenaknya saja, melainkan harus mengerti benar mengenai aturan-aturannya atau aturan pakainya. Untuk perintah saling tolong-menolong tersebut, Allah swt juga telah memberikan standar aturan pakai yang harus diikuti dengan baik dan benar.

“Dan tolong-menolong engkau semua atas kebaikan dan ketaqwaan.” (QS. Al-Maidah: 2)[vii]

3.   Pembentukan Mud}gah Terkandung Nilai Karakter sabar, jujur dan Disiplin

Tahap kedua dari pertumbuhan embrio menjadi mud}gah berada dalam waktu cepat yakni berkisar antara hari ke 24-26. Tahapan ini ditandai dengan bermulanya pertumbuhan dan pembiakan sel-sel yang luar biasa. Segumpal daging ini terdiri dari sel-sel atau jaringan-jaringan yang sudah maupun yang belum mengalami diferensiasi sehingga telah berwujud makhluk yang telah memiliki organ sederhana seperti mata, lidah, bibir.

Tahap ini terjadi proses evolusi yaitu  perkembangan makhluk hidup dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks menuju kesempurnaan secara bertahap dan memakan waktu yang sangat lama. Itu semua menandakan kesabaran dan kedisiplinan, baik dalam waktu (tiap 40 hari) maupun proses perkembangannya. Di samping itu manusia dalam usaha untuk menghasilkan keturunan juga dituntut untuk bersabar. Dari urut-urutan/tahapan-tahapan proses terciptanya manusia, manusia tidak bisa memilih. Artinya manusia tidak bisa menginginkan dilahirkan dalam lingkungan yang serba ada (kaya) atau sebaliknya. Manusia pasrah/menerima apa adanya karena ketidakberdayaan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Di samping itu dari unsur pasrah tadi manusia senantiasa menjadi taat kepada Sang Pencipta. Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam buku Ikhya ‘Ulumudin bahwa sabar itu adalah suatu tegaknya dorongan Agama yang telah berhadapan dengan dorongan hawa nafsu. Suatu sifat yang telah membedakan antara manusia dengan hewan di dalam hal menundukkan bahwa nafsu itu adalah sifat sabar. Sedangkan dorongan hawa nafsu itu ialah tuntunan syahwat dan juga keinginan yang minta untuk dilaksanakan.

Keharusan sabar karena Allah mencintainya, seperti firman-Nya di dalam, surat Al-Baqarah ayat 146 : 

"Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar". Allah bersama dengan orang-orang yang sabar, dan ini merupakan kebersamaan secara khusus, yang berarti menjaga, melindungi dan menolong mereka, bukan sekedar kebersamaan secara umum, firman-Nya adalah : "Dan bersabarlah kalian, karena Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS. Al-Anfa>l : 46).[viii]

Pendidikan nilai dalam proses tersebut yaitu Sifat Jujur, Jujur dalam Bahasa Arab berarti benar (siddiq). Benar disini yaitu benar dalam berkata dan benar dalam perbuatan.[ix].Hadis Nabi mengatakan :

عن ابي مسعود رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, عليكم بالصدق, فان الصدق يهدى الى البر, وان البر يهدى الى الجنة, وما يزال الرجل يصدق و يتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا واياكم والكذب فان الكذب يهدى الى الفجور, وان الفجور يهدى الى النار, وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا[x]

”Dari ibn Mas’ud ra, ia berkata : Bersabda rasulullah saw; Wajib bagi memegang teguh perkataan benar, karena perkataan benar membawa kebaikan, dan kebaikan itu mengajak ke Sorga. Seseorang yang senantiasa berkata benar, sehingga dituliskan disisi Allah sebagai orang yang berbuat benar (jujur). Dan jauhilah berkata dusta, karena kata dusta itu membawa kejahatan, dan sessungguhnya kejahatan itu mengajak ke neraka. Seorang pria yang senantiasa berkata dusta, maka dituliskan disisi Allah sebagai pendusta besar”.

Sikap jujur, merupakan salah satu fadhilah yang menentukan status dan kemajuan perseorangan dan msyarakat. Menegakkan prinsip kejujuran adalah salah satu sendi kemaslahatan dalam hubungan antara manusia dengan manusia dan antara satu golongan dengan golongan yang lain[xi]

Dampak dari sifat jujur adalah menimbulkan rasa berani, karena tidak ada orang yang merasa tertipu dengan sifat yang diberikan kepada orang lain dan bahkan orang merasa senang dan percaya terhadap pribadi orang yang jujur. Pepatah ada mengatakan “berani karena benar, takut karena salah”. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat az-Zumar ayat 33.

dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.

Hadis rasul mengatakan :

رحم الله امراء اصلح من لسانه و اقصر من عنانه والزم طريق الحق مقوله ولم يعود الخطل مفصله.(رواه ابن عدي[xii]

”Mudah-mudahan Allah akan merahmati orang-orang yang memperbaiki lidahnya, memendekkan tali kekangnya, melazimi perkataan-perkataannya dijalan kebenaran dan tidak membiasakan anggota-anggotanya berbuat tidak benar”. (riwayat Ibn  ‘Adi).

Nilai kejujuran  merupakan nilai dasar yang menjadi landasan utama bagi penegakan integritas diri seseorang. Tanpa adanya kejujuran mustahil seseorang bisa menjadi pribadi yang berintegritas. Seseorang dituntut untuk bisa berkata jujur dan transparan serta tidak berdusta baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Kejujuran juga akan terbawa dalam bekerja sehingga dapat membentengi diri terhadap godaan untuk berbuat curang. Begitu pula proses pembentukan mudhgah menjadi organ-oragan mengandung nilai pendidikan Disiplin, disiplin  adalah kunci keberhasilan semua orang. Ketekunan dan konsistensi untuk terus mengembangkan potensi diri membuat seseorang akan selalu mampu memberdayakan dirinya dalam menjalani tugasnya. Kepatuhan pada prinsip kebaikan dan kebenaran menjadi pegangan utama dalam bekerja. Seseorang yang mempunyai pegangan kuat terhadap nilai kedisiplinan tidak akan terjerumus dalam kemalasan yang mendambakan kekayaan dengan cara yang mudah.

Disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuhsifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha maupun belajar, pantang mundur dalam kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh darisifat putus asa. Perlu kita sadari bahwa betapa pentingnya disiplindan betapa besar pengaruh kedisiplinan dalam kehidupan, baikdalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa maupun kehidupan bernegara.

4.   Pembentukan Tulang Kemudian Dibungkus Oleh Mud}gah Terkandung Nilai Karakter Toleransi, Kepedulian Sosial

Peristiwa proses tulang dibungkus oleh daging menggambarkan nilai karakter kerukunanan. Kerukunan yang dalam bahasa arabnya disebut dengan kata tawafuqun, tawaddun, ittifaqqul kalimat. Sedang menurut istilah kerukunan dimaksudkan sebagai satu tata pikir atau sikap hidup yang menunjukkan kesabaran atau kelapangan dada menghadapi pikiran-pikiran, pendapat-pendapat, dan pendirian orang. Sedang dalam istilah agama Islam, kerukunan itu dinamakan tasamuh (toleransi), yaitu membiarkan secara sadar terhadap pikiran atau pendapat orang lain. 

Orang yang demikian dinamakan toleran. Salah satu contoh melarang memburu-buru non muslim dan dipaksa masuk Islam (al-Baqarah/: 256). Islam menekankan agar muslim untuk berbuat kebajikan terhadap non muslim, kecuali mereka memusuhi Islam (al-Baqarah/2: 190). [xiii] Oleh karena itu tugas pemimpin didalam pemerintah antara lain adalah berusaha menciptakan kerukunan hidup beragama. Kerukunan merupakan perhimpunan yang damai atau persatuan yang menumbuhkan sikap saling menghargai dalam komunitas yang beragam atau etnis yang berbeda-beda. 

Ciri kerukunan adalah hidup damai tanpa konflik. Ibaratnya seperti es campur yang bahannya berbeda (es, apukat, kelapa, nangka, susu, coklat, puding dsb) namun menciptakan cita rasa yang nikmat. Kerukunan konteksnya ialah hubungan antar umat beragama. Jadi tujuan kerukunan adalah menciptakan kedamaian sosial yang beragam.

Persatuan dan kerukunan umat merupakan awal dan fondasi terjalinnya ukhuwah (persaudaraan) dalam masyarakat. Dengan kata lain tanpa adanya persatuan dan kerukunan dalam masyarakat, akan sulit terwujudnya suatu ukhuwah dalam masyarakat. Baik yang menyangkut ukhuwwah basyarriyah (persaudaraan kemanusiaan), ukhuwwah wataniyyah (persaudaraan kebangsaan), maupun ukhuwwah isla>miyyah (persaudaraan sesama muslim).
Nabi SAW. Bersabda :

المسلم للمسلم كا لبنيان يشد بعضه بضا (رواه البخارىومسلم)

Artinya : seorang muslim bagi muslim yang lain bagai suatu bangunan, yang saling menguatkan satu sama lain (HR. Bukhari Muslim).

Makna lain simbol di atas adalah kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita). Kemanunggalan antara tulang dan daging yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu diri individu yang berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki jati diri masing - masing. Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan psikis di dalam kesatuan. Setiap individu mengalami perkembangan dan berusaha untuk mengenali  jati dirinya sehingga mereka menyadari bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang lain.  Firman Allah dalam Q.S. Al-A’ra>f 18
“Dialah yang menciptakanmu dari satu diri”

Kebersamaan (sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu manusia mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin hubungan manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan diridhai Allah SWT[xiv] Selain itu manusia merupakan suatu kaum (masyarakat) dalam menjalani hidup bersama dan berhadapan dengan kaum (masyarakat) yang lain. Manusia dalam perspektif agama Islam juga harus menyadari bahwa pemeluk agama Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain.[xv] 

    Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas. Sebaliknya manusia dilaranga bercerai berai. Mentang Larangan bercerai berai Allah berfirman :

Artinya: dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S Al Imron: 103).

Makna lain proses diatas adalah Kepedulian sosial kepada sesama menjadikan seseorang memiliki sifat kasih sayang. Indu yang memiliki jiwa sosial tinggi akan memperhatikan lingkungan sekelilingnya di mana masih terdapat banyak orang yang tidak mampu, menderita, dan membutuhkan uluran tangan. Pribadi dengan jiwa sosial tidak akan tergoda untuk memperkaya diri sendiri dengan cara yang tidak benar tetapi ia malah berupaya untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membantu sesama.

Pribadi yang utuh dan mengenal diri dengan baik akan menyadari bahwa keberadaan dirinya di muka bumi adalah untuk melakukan perbuatan baik demi kemaslahatan sesama manusia. Segala tindak tanduk dan kegiatan yang dilakukannya akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, negara, dan bangsanya. Dengan kesadaran seperti ini maka seseorang tidak akan tergelincir dalam perbuatan tercela dan nista. KerjaKeras Perbedaan nyata akan jelas terlihat antara seseorang yang mempunyai etos kerja dengan yang tidak memilikinya. Individu beretos kerja akan selalu berupaya meningkatkan kualitas hasil kerjanya demi terwujudnya kemanfaatan publik yang sebesar-besarnya. Ia mencurahkan daya pikir dan kemampuannya untuk melaksanakan tugas dan berkarya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak akan mau memperoleh sesuatu tanpa mengeluarkan keringat.

5.   Allah menciptakan Makhluk yang Berbentuk Lain (Tahapan Akhir Penciptaan Manusia Dalam Rahim) Terkandung nilai Karakter Kemandirian, Percaya diri

     Tahap ini disebut oleh Harun Nasution sebagai tahap materi manusia yang mempunyai daya fisik, seperti mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium, daya gerak.[xvi] Sedangkan Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut bahwa kemudian Tuhan meniupkan ruh ke dalam diri manusia sehingga ia bergerak dan menjadi makhluk lain (berbeda dengan sebelumnya).[xvii]

     Dari keterangan tersebut, jelaslah bahwa proses penciptaan atau reproduksi manusia sampai bentuknya yang sempurna melalui dua tahapan, tahap pertama yaitu tahap fisik/materi dan tahap kedua yaitu tahap nonfisik/immateri, yaitu peniupan ruh yang mempunyai dua daya, yaitu daya berfikir yang disebut akal dan daya rasa yang berpusat di kalbu. Manusia terdiri atas dua unsur, yakni materi dan immateri atau jasmani dan Rohani. Allah SWT meniupkan ruh ke dalam jasad manusia segera setelah sempurna proses penciptaannya. Allah SWT berfirman,

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan kepadanya ruh-Ku”  (QS. Al Hijr (15): 29).

     Menurut Imam Al Ghazali, maksud dari kata sempurna dalam ayat tersebut adalah ketika sel benih telah memenuhi persyaratan untuk menerima ruh atau nafs tersebut.[xviii]  Menurut Imam Al Ghazali, ruh adalah panas alam (al-h}ara>rat al-gari>ziyya>t)  yang mengalir pada pembuluh-pembuluh nadi, otot-otot dan syaraf. Ruh bukanlah esensi manusia, karena ia juga ada pada binatang selain manusia. 

Ruh adalah pembawa hidup.[xix] Al Ghazali juga menyebut ruh sebagai sejenis uap yang sangat halus berpusat di rongga jantung dan penyebar ke seluruh tubuh melalui syaraf dan pembuluh nadi. Ia bertempat di dalam organ-organ tubuh secara menyeluruh. Melengkapi keterangan di atas, Jalaluddin Rakhmat berpendapat bahwa ruh berasal dari alam arwah dan memerintah dan menggunakan jasad sebagai alatnya. Ruh, lanjut Jalal, berasal dari tabiat Ilahi dan akan cenderung kembali ke asal semula. Ia selalu dinisbahkan kepada Allah dan tetap berada dalam keadaan suci. Karena ruh bersifat kerohanian dan selalu suci, maka setelah ditiup Allah dan berada dalam jasad, ia tetap suci. 

Ruh di dalam diri manusia berfungsi sebagai sumber moral yang baik dan mulia. Ruh merupakan sumber akhlak yang mulia dan terpuji. Dalam tradisi tasawuf, jiwa muthmainnah digapai manakala seseorang terbebas dari memperturutkan hawa nafsu, lalu menemukan kedamaian dan ketenteraman dalam kebajikan dan kepatuhan kepada Tuhannya.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya kejadian. Kemudian kami kembalikan ia ke derajat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan melakukan amal salih” (QS At Tin: 4-6).

Kesempurnaan demikian membuat manusia menempati kedudukan tertinggi di antara makhluk yakni menjadi khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi. Sebagai makhluk ciptaan Allah yang sempurna  mengandung nilai Kemandirian membentuk karakter yang kuat pada diri seseorang menjadi tidak bergantung terlalu banyak pada orang lain. Mentalitas kemandirian yang dimiliki seseorang memungkinkannya untuk mengoptimalkan daya pikirnya guna bekerja secara efektif. Jejaring sosial yang dimiliki pribadi yang mandiri dimanfaatkan untuk menunjang pekerjaannya tetapi tidak untuk mengalihkan tugasnya. Pribadi yang mandiri tidak akan menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab demi mencapai keuntungan sesaat.

Pribadi yang berkarakter adalah seseorang yang memiliki nilai-nilai kehidupan terpuji (Superior Values) dan memegang teguh nilai tersebut serta diamalkan dalam menjalani kegiatannya. Nilai-nilai utama kehidupan diperoleh seseorang dari berbagai sumber antara lain adalah agama, bimbingan keluarga, dan masyarakat. Agama apapun akan mengajarkan nilai-nilai perilaku kebaikan yang membimbing penganutnya untuk bersikap dan bertindak yang positif. Hal ini dapat dibuktikan bahwa bila seseorang jauh dari bimbingan agama maka ia akan cenderung untuk berperilaku negatif.

Keluarga yang harmonis akan memberikan cinta kasih dan contoh keteladanan bagi putera puterinya. Perhatian dan kehangatan cinta seorang ibu mampu memberi keseimbangan jiwa bagi anaknya. Perlindungan dan perjuangan seorang ayah akan memberi inspirasi kepada anaknya untuk senantiasa mempertahankan kehidupan dengan martabat yang mulia. Keluarga yang retak (broken home) dapat menimbulkan keguncangan jiwa dan kelemahan hati bagi anak walaupun ditemukan juga beberapa contoh kecil seseorang yang berhasil walau tumbuh di lingkungan keluarga yang hancur. 

               Pendidikan masyarakat terhadap seseorang adalah pendidikan hakiki yang sesungguhnya. Lingkungan yang sehat akan menjadi pondasi dan lahan persemaian benih jiwa yang tangguh dalam menempuh kehidupan. Tatanan kehidupan sosial budaya akan memperkaya pengalaman hidup seseorang dan menjadikannya lebih arif dan bijaksana serta bertoleransi terhadap perbedaan. Ia menyadari bahwa ia berada dalam suatu sistem kehidupan yang multi aspek. Ia akan mampu memberi apresiasi terhadap keanekaragaman sebagai suatu mozaik penuh warna yang indah dan simetris.

Pribadi yang berintegritas adalah seseorang yang mempunyai pendirian dan memegang prinsip. Makna integritas itu sendiri adalah satunya kata dengan perbuatan. Ia tidak akan melakukan sesuatu yang tidak diucapkannya. Perkataannya selalu memiliki nilai tambah. Ia tidak akan mengenakan sesuatu barang atau apapun yang berharga mahal dan mewah apabila ia mengucapkan bahwa ia ingin hidup sederhana. Ia tidak sembarangan dalam mengutarakan pendapatnya. Segala sesuatunya selalu dipertimbangkan dengan pemikiran dan kebijaksanaan yang matang.

Orang yang berintegritas adalah orang yang sudah memiliki kepribadian secara utuh. Ia menyadari kebutuhan sesuai dengan proporsinya. Ia selalu mampu mengendalikan diri dan berada dalam kecukupan serta tidak pernah berkekurangan atau berkelebihan. Ia memiliki konsep citra diri yang jelas dan mendapatkan kepribadian utuh melalui proses pembelajaran dari pengalaman hidup yang dilaluinya. Ia tidak perlu menempuh pendidikan kepribadian ala barat yang banyak berkembang dewasa ini. 

Orang yang berintegritas adalah pribadi matang yang berorientasi pada proses, bukan pada hasil semata. Ia meyakini bahwa bila ia melaksanakan sesuatu sesuai dengan tahapan yang benar dengan cara sebaik-baiknya, maka hasil yang akan diperoleh pasti akan baik pula sehingga melahirkan sikap percaya diri. Sebaliknya bila ia mengerjakan kegiatan dengan proses yang buruk, maka hasilnya juga akan buruk pula. Ia tidak akan tergiur untuk memperoleh hasil yang banyak dengan cara yang cepat dan tergesa-gesa.

Salam Hangat Jotako7
Jurnal Of Trust And Kaleidoscopical Obsession
Jujur Omongane, Tawadhu’ Akhlake, Kualitas Obrolane




[i] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1989), hal. 11.
[ii] Fathul Bari’ 10 hal. 601.
[iv]  http://indonesian.irib.ir yang diakses pada tanggal 10 Nopember 2014.
[v] Amin Syukur, Tasawuf Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) hal. 161.
[vi] Ibid, hal.162.
                [vii] Al-Ma>idah: 2.
                [viii] . Al-Anfa>l : 46.
                [ix] Hamzah Ya’cub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1983), hal.102.
                [x] Ibn Hajar al-‘Asqalani, Bulughul Maram, (Penerjemah ( Machfuddin Aladif), Bulughul Maram, (Semarang: Toha Putra, 1997), hal. 776.
                [xi] Hamzah Ya’cub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1983), hlm.102.
                [xii] T.M. Hasbi as-Siddiqy, Al-Islam I, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1998), hlm.670.
[xiii]Amin Syukur, Tasawuf Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.172.
[xiv] Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hal. 74-75.
[xv] Hadari Nawawi, Hakekat Manusiam Menurut Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hal. 71.
[xvi] Harun Nasution, Islam Rasional, (bandung: Mizan, 1985), hal.37.
[xvii] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid III, (Jakarta: Gema Insani Press, 200,) hal. 241.
[xviii] M. Yasir Nasir, Manusia Menurut Al-Ghazali, 82.
[xix] Ibid., hal. 94.

Daftar Pustaka
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, 1989. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang.
Amin Syukur, 2004. Tasawuf sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fathul Bari.
Hadari Nawawi, 1993. Hakekat Manusiam Menurut Islam, Surabaya: Al-Ikhlas.
Hamzah Ya’cub, 1983. Etika Islam, Bandung : Diponegoro.
Harun Nasution, 1985. Islam Rasional, Bandung: Mizan.
http://indonesian.irib.ir yang diakses pada tanggal 10 Nopember 2014.
I.G.A.K. Wardani Jurnal Pendidikan, vol.10. No.2, September 2009. Pendidikan Karakter Kajian Konseptual dan Kemungkinan Implementasi, Tangerang: LPPM-Universitas Terbuka.
Ibn Hajar al-‘Asqalani, 1997. Bulughul Maram, (Penerjemah ( Machfuddin Aladif), Bulughul Maram, Semarang: Toha Putra.
Ibnu Katsir 2000,  Tafsir Ibnu Katsir, Jilid III, Jakarta: Gema Insani Press.
M. Yasir Nasir, Manusia Menurut Al-Ghazali.
Mundilarto. 2013. Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Sains: Jurnal Pendidikan Karakter. Juni 2013, Tahun III Nomor 2.
Sony Susandra, 2003. Menghilangkan Dikotomi dalam Sistem Pendidikan Islam denganParadigma Humanisme Relegius, Insania, Purwokerto: Jurnal Alternatif Kependidika,Vol. 8 No. 2 Mei-Agustus , STAIN.
Sutarjo Adisusilo, 2013. Pembelajaran nilai-Karakter, Jakarta, Raja Grafindo.
T.M. Hasbi as-Siddiqy, 1998. Al-Islam I, Semarang : Pustaka Rizki Putra.
UU No.20 tahun 2003 tentangUndang-undang Pendidikan Nasional, Jakarta: Transmedia, 2008.

Post a Comment for "Kandungan Nilai Pendidikan Karakter Dalam Al-Quran"