Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pertempuran Sengit Antara Petani dan MEA




by: Ibnu Kharis Jotako7

Dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk negara ASEAN, seluruh negara anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi ekonomi yang lebih nyata dan meaningful yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang direncanakan bergulir pada akhir 2015. Untuk mewujudkan MEA tersebut, para pemimpin negara ASEAN pada KTT ke-13 pada bulan november 2007, di Singapura, menyepakati MEA Blue Print sebagai acuan seluruh negara anggota dalam mengimplementasikan komitmen MEA.[1]

Apabila MEA tercapai, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga terampil yang bebas diantara negara ASEAN. Dengan terbentuknya pasar bebas yang tunggal tersebut akan menjadikan peluang dan tantangan tersendiri bagi negara Indonesia.[2]

Pemerintah harus segera mempersiapkan diri untuk menghadapi pasar liberal komoditas pangan, di antaranya dengan menyiapkan hambatan nontarif seperti Standar Nasional Indonesia, pembatasan pintu masuk impor, serta persyaratan terkait penyakit. Dengan demikian, komoditas pangan yang masuk ke Indonesia dan dikonsumsi masyarakat benar-benar berkualitas dan aman sebagaimana menyebarnya isu beras plastik atau sintesis yang meresahkan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini.[3]

Sudah waktunya pemerintah memperkuat daya saing produk pangan sehingga komoditas pertanian tersebut siap bersaing dan memiliki keunggulan komparatif. Sejauh ini, untuk komoditas beras, Indonesia masih tertinggal dari Thailand dan Vietnam yang sudah mampu menjadikan beras berada dalam sistem yang terintegrasi, mulai penanaman, panen, pengeringan, hingga pengolahan. Sistem tersebut mampu menekan angka kehilangan panen yang selama ini masih menjadi momok bagi tanaman padi di Indonesia. [4]

Padi merupakan salah satu komoditas pangan yang paling dominan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dimana padi merupakan bahan makanan yang mudah diubah menjadi energi, di samping mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh. Untuk menuju kecukupan pangan yang berasal dari beras/padi, pemerintah baik sejak masa kolonial Belanda maupun setelah kemerdekaan dan hingga saat ini, menerapkan berbagai kebijakan seiring dengan pertumbuhan penduduk.

Beberapa hal yang terus menjadi perhatian dalam meningkatkan produksi adalah meningkatkan produktivitas melalui berbagai teknologi baru mulai dari penyediaan benih, pengolahan lahan hingga pascapanen, juga menambah luas tanam dan luas panen melalui peningkatan indeks pertanaman padi.[5]

Sepanjang sejarah Indonesia, peran ekonomi, sosial, dan geopolitik mempengaruhi pertumbuhan produksi padi. Sistem produksi padi ini pun sangat rentan terhadap penyimpangan iklim. Berdasarkan hal tersebut, beberapa hal yang mendasar dari perkembangan sejarah pertanaman padi memberikan tantangan dan arah produksi serta sistem yang mempengaruhinya.

Jumlah penduduk yang sangat besar, saat ini sudah berkisar 250 juta jiwa, tentunya tidak mudah untuk memenuhi kecukupan pangan beras yang saat ini semakin terdesentralisasi serta membutuhkan dana besar. Koordinasi yang melibatkan institusi lintas kementerian dan lintas daerah tidaklah cukup, peran petani dan kelembagaan petani yang telah ada perlu diberdayakan dan terus dikembangkan.

Pemerintah perlu mendukung dengan regulasi dan petunjuk operasional sesuai persyaratan teknis standar. Dengan demikian, pemerintah terus berupaya memberi keyakinan dan perhatian akan pentingnya sektor pertanian melalui penyediaan sarana dan prasarana, kemudahan bagi petani seperti subsidi dan penyediaan teknologi baru bagi petani.[6]

Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,7% per tahun dan pertumbuhan perkapita sebanyak 134 kg, maka pada tahun 2025 nanti Indonesia harus mampu menghasilkan padi sebanyak 78 juta ton GKG untuk memenuhi kebutuhan beras nasional.[7]

Dengan produksi beras nasional yang rendah, sebanyak ± 2 juta ton beras  diimpor selama tahun 2001 sehingga langsung menjadikan menjadikan Indonesia menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia. Oleh karenanya usaha peningkatan produksi beras melalui peningkatan produktifitas padi  dan peningkatan pendapatan petani selalu dimasukkan dalam agenda kebijakan pemerintah di bidang pertanian.

Sejak awal tahun 2007, pemerintah bertekad untuk meningkatkan produksi beras 2 juta ton dan selanjutnya meningkat 5% pertahun hingga 2009 melalui program peningkatan beras nasional (P2BN). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah mengimplementasikan empat strategi, yaitu: peningkatan produktifitas, perluasan areal, pengamanan produksi, dan penguatan kelembagaan dan pembiayaan serta peningkatkan koordinasi.[8]

Meskipun demikian, Indonesia masih akan menghadapi defisit beras nasional untuk beberapa tahun mendatang. Tantangan ke depan, khususnya menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015. Dari sisi harga ketika di indonesia harga beras mencapai 10.000-12.000 ternyata harga beras internasional adalah 4000 rupiah, ini menunjukkan ancaman yang jelas bagi petani indonesia atau banyumas khususnya.

Kalau terus dibiarkan tanpa adanya campur tangan pihak yang berwenang untuk memberdayakan para petani lama kelamaan petani bisa mati berdiri karena tidak bisa bersaing dengan harga beras internasional.[9] Berdasarkan pengamatan Disperindagkop kabupaten Banyumas di 2 pasar, yaitu pasar wage dan pasar manis menyatakan harga beras di sejumlah pasar tradisional Banyumas relatif masih tinggi, hal ini di sebabkan karena hasil panen padi di tingkat petani sudah mulai berkurang.[10]

Kapasitas produksi beras nasional domestik perlu ditingkatkan melalui peningkatan intensitas tanam, pembangunan irigasi baru, pemeliharaan sarana irigasi yang ada, serta menekan alih fungsi lahan sawah beririgasi. Penciptaan varietas baru, teknologi produksi yang efisien, dan teknologi pascapanen untuk menekan kehilangan hasil juga sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi beras nasional. Dengan cara ini pendapatan usaha tani padi dapat ditingkatkan serta beras domestik (nasional) mampu bersaing dengan beras impor. [11]

Dari aspek kependudukan, Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Sebanyak 88,2% dari total penduduk Indonesia beragama Islam dan sebanyak 12,9% dari Total Muslim di Dunia, artinya jumlah Muslim di Indonesia merupakan yang tertinggi dari negara-negara di Dunia.[12] Begitupun mayoritas penduduk kabupaten Banyumas adalah beragama Islam.

 Islam mengajarkan umatnya untuk bekerja keras (al-Kasb) dan tekun bekerja. Tekun merupakan salah satu kunci sukses yang telah diperintahkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Tekun yaitu suatu bentuk kesungguhan dan ketelitian dalam mengerjakan sesuatu untuk memperoleh hasil yang maksimal. Dalam hal ini, biasanya orang yang mempunyai ketekunan, akan selalu ulet dalam bekerja dan pantang putus asa. Apabila yang dicita-citakan belum dapat tercapai, ia akan terus berusaha sekuat tenaganya, demi menggapai cita-citanya tersebut.[13]

Menurut ekonom muslim as-Syaibani, aktifitas produksi merupakan kewajiban dari ‘Imarul Kaun, yakni menciptakan kemakmuran untuk semua makhluk. Sehingga bekerja (al-Kasb) hukumnya adalah wajib.

Berdasarkan pada firman Allah surat al-Jumu’ah ayat 10, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia di jalan Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. Serta hadist Rasulullah: “Mencari pendapatan adalah wajib bagi setiap muslim”[14] Ia mengklasifikasikan usaha-usaha perekonomian menjadi empat macam, sewa menyewa (jasa), perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Diantara keempat usaha perekonomian tersebut, al-Syaibani lebih mengutamakan usaha pertanian dari pada yang lain.[15]

Berawal dari permasalahan ini, perlu adanya suatu metode atau sistem untuk meningkatkan produktifitas padi bagi para petani. Diharapkan dengan menggunakan metode ini hasil panen padi dapat meningkat dan memperbaiki kualitas beras di Banyumas. Ada banyak metode yang dapat diterapkan dalam proses penanaman padi, seperti metode tanam SRI, Legowo, dan metode Hazton, yang mulai dikenalkan pertama kalinya di banyumas oleh Bank Indonesia Purwokerto.

BI Purwokerto telah melakukan uji coba tanam padi dengan metode Hazton di desa pegalongan pada gabungan kelompok tani (Gapoktan) Marga Jaya) kecamatan Patikraja kabupaten Banyumas. Hasilnya terbukti mampu meningkatkan produktivitas budidaya padi hingga 10 ton/ha dari kapasitas biasanya, yakni 4,7-7 ton/ha. Program tersebut sudah sukses diterapkan di Kalimantan Barat.[16]

Ini adalah pencapaian yang luar biasa di luar tugas bank Indonesia yaitu mengawasi sisi moneter dari jumlah uang yang beredar dan tingkat inflasi. Dari sini muncullah pertanyaan apa motif dibalik didirikannya desa binaan oleh BI purwokerto ini.

Ini adalah bagian dari pertempuran sengit bagi petani, agar bisa survive dan bermartabat. semua elemen baik pemerintah, praktisi, akademisi, dan lainnya semua harus peduli dengan pertanian Indonesia. Semoga petani Indonesia bisa merdeka di negeri sendiri.
Salam Hangat Jotako7
Jurnal Of Trust And Kaleidoscopical Obsession
Jujur Omongane, Tawadhu’ Akhlake, Kualitas Obrolane

A.   Daftar Pustaka
Adi, Rianto, 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, edisi I, Jakarta: Granit.

al-Syaibani, Muhammad bin al-Hasan, al-Iktisab fi al-Rizq al-Muhtashab.

Ariwibawa, Ida Agus, 2012. Pengaruh Sistem Tanam Terhadap Peningkatan Produktifitas Padi Di Lahan Sawah Dataran tinggi Beriklim Basah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Makalah disampaikan pada seminar Nasional; Kedaulatan Pangan dan Energi, Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura, juni 2012.

Azwar, Saifuddin, 1998. Metode Penyusunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan litbang pertanian, 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (Padi Sawah Irigasi). Petunjuk teknis lapang. Badan penelitian dan pengembangan pertanian jakarta.

Chamid, Nur, 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, t.t. Menuju ASEAN Economic Community 2015, Jakarta: Disperindag RI.

Dermoredjo, S.K., D.H. Darwanto, 2012. Dinamika Ketersediaan Pangan ASEAN dan Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan Regional,  e-journal ekonomi pertanian (Agricultural Economics Electronic Journal.

Faisal, Sanapiah. 2005. Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Pers.

Fathoni, Abdurrahmat, 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta: Rineka Cipta.

Hadi, Sutrisno, 2004. Metodologi Research, Jilid II, Yogyakarta: Andi, 2004.

Hakim, Aziz, Muhammad, 2005. Jangan Pernah Takut Merintis Usaha, Jakarta: Renaisan.

Harian Banyumas, Harga Beras Tetap Tinggi, Harmas, rabu, 20 Mei 2015.


Juniwarto, Djoko, 2015. Peran Kebudayaan Dalam Mengembangkan Perekonomian di Banyumas, materi disampaikan pada saat seminar kebudayaan GENBI Purwokerto 29 April 2015 di Pendopo Wakil Bupati Banyumas.

Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu, 2009. Metodologi Penelitian, cet. ke-9, Jakarta: Bumi Aksara.

Pujiasmanto, Bambang, t.t. Perkuat Ketahanan Pangan Nasional Kita (Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sapudin, Ahmad, 2014.  Analisis Perbandingan Hotel dan Pariwisata Syariah Dengan Konvensional Bogor: Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.

Suherman, 2015.  beras plastik meresahkan, Republika, 12 mei 2015.

Suryabrata, Sumadi 1994. Metodologi Penelitian, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Usman, Husaini, Setiady, Akbar Purnomo, 2006. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015, (Jakarta: Disperindag RI, t.t.), hal. 1-2.
[2] Ibid., hal. 18.
[3] Suherman, beras plastik meresahkan, Republika, 12 mei 2015.
[4] Bambang Pujiasmanto, Perkuat Ketahanan Pangan Nasional Kita (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, t.t.), hal. 8.
[5] Badan penelitian dan pengembangan pertanian, Pengelolaan Tanaman Terpadu (Padi, Sawah, Irigasi) (Jakarta: Badan litbang pertanian, 2007), hal.  11.
[6] Ibid., hal. 12.
[7] Ida Agus Ariwibawa, Pengaruh Sistem Tanam Terhadap Peningkatan Produktifitas Padi Di Lahan Sawah Dataran tinggi Beriklim Basah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Makalah disampaikan pada seminar Nasional; Kedaulatan Pangan dan Energi, Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura, juni 2012.
[8] Badan litbang pertanian, Pengelolaan Tanaman Terpadu (Padi Sawah Irigasi). Petunjuk teknis lapang. Badan penelitian dan pengembangan pertanian jakarta, 2007.
[9] Djoko Juniwarto, Peran Kebudayaan Dalam Mengembangkan Perekonomian di Banyumas, materi disampaikan pada saat seminar kebudayaan GENBI Purwokerto 29 April 2015 di Pendopo Wakil Bupati Banyumas. Hal ini apabila kran pasar bebas asean di buka lebar, bagaimana indonesia bisa bersaing dengan vietnam, thailand sebagai negara eksportir terbesar di asean.
[10] Harian Banyumas, Harga Beras Tetap Tinggi, Harmas, rabu, 20 Mei 2015.
[11] Dermoredjo, S.K., D.H. Darwanto, Dinamika Ketersediaan Pangan ASEAN dan Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan Regional,  e-journal ekonomi pertanian (Agricultural Economics Electronic Journal), 2012.
[12] Ahmad Sapudin, Analisis Perbandingan Hotel dan Pariwisata Syariah Dengan Konvensional (Bogor: Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor, 2014), hlm. 1-2.
[13] Muhammad Aziz Hakim, Jangan Pernah Takut Merintis Usaha (Jakarta: Renaisan, 2005).
[14] Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 170.
[15] Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani, al-Iktisab fi al-Rizq al-Muhtashab, hal. 45. Lihat juga, Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 172.

Post a Comment for "Pertempuran Sengit Antara Petani dan MEA"