Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pesan Moral pada Simbol-Simbol Arsitektur Masjid Saka Tunggal


By: Al-Chamiriyanto
Diolah dari Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr IAIN Purwokerto

Secara umum pesan moral yang diwujudkan secara simbolik pada Masjid Saka Tunggal Cikakak terletak pada unsur-unsur desain khas yang membentuk arsitektur gaya bangunan Masjid Saka Tunggal secara sempurna yaitu :

1.  Unsur bagian bangunan masjid
a.  Atap tumpang tiga

Keberadaan atap tumpang tiga pada atas ruang utama shalat Masjid Saka Tunggal dihubungkan dengan pesan moral yang terkandung didalamnya, yakni bahwa dalam mencapai keridhaan Tuhannya perjalanan spiritual manusia haruslah dimulai dari dasarnya yaitu syari’at atau pengetahuan tentang dasar hukum dan aqidah Islamiyah sebagai pondasi kepercayaan yang dianutnya yang disimbolkan dengan atap tingkat pertama.

Pada tingkatan kedua manusia dituntut untuk mengaplikasikan ilmu syari’atnya dengan pendalaman sisi spiritual yang terkandung di dalam kehidupan sehari-harinya atau apa yang disebut juga dengan Thariqat, sedang pada tingkatan yang ke tiga merupakan bentuk internalisasi diri terhadap pengetahuannya tentang syariat, dan thariqatnya sehingga ia dapat mengetahui hakikat dari keberadaan dirinya, tujuan utama dari hidupnya, dan kemana ia akan meneruskan perjalanan hidupnya setelah kematian, sehingga setiap ibadah yang ia lakukan akan senantiasa berkualitas dan bermanfaat bagi dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya.[1]

b.  Mustaka

Keberadaan Mustaka Masjid Saka Tunggal Cikakak diinterprestasikan dengan puncak tertinggi dan akhir perjalan spiritual manusia pada tingkatan makrifatullah mengetahui eksistensi dari sang purusatama yang menjadi sebab keberadaan dirinya sendiri dan alam raya[2], sehingga tercapainya dan penyatuan ridha Tuhan dengan dirinya merupakan puncak kenikmatan tertinggi dari seorang hamba kepada Tuhannya.

Secara harfiah kata mustaka sendiri dalam bahasa arab identik dengan kata “Istaqa” yang berarti sampai atau terwujudnya sesuatu yang diharapkan atau dikehendaki, hal ini penulis peroleh dari informasi verbal juru kunci sekaligus tokoh sesepuh Masjid Saka Tunggal Cikakak yaitu Bapak Bambang Juhari.

c.   Tiang penyangga masjid

Pesan moral pada simbol tiang utama penyangga masjid saka tunggal Cikakak yang hanya berjumlah satu melambangkan pernyataan seorang hamba pada sifat keesaan Allah SWT sebagai landasan utama dalam teologi Islam.

d.  Umpak (bantalan dasar tiang yang terbuat dari batu)

Umpak batu yang menjadi dasar tiang utama Masjid Saka Tunggal dimaknai sebagai dasar keyakinan masyarakat Islam pada waktu tersebut dalam membangun masjid saka tunggal didasari dengan niatan yang mulia tanpa adanya sedikitpun niatan atau perilaku buruk yang turut menyertainya.

Hal ini didasarkan pada interprestasi pemaknaan simbol umpak yang terbuat dari batu atau yang secara harfiah disebut dengan sela yang sering ditafsirkan[3] dengan kata “nyemisihaken apa kang ala” yang berarti ”menyingkirkan sesuatu yang buruk”.

2.  Unsur Ornamen Masjid Saka Tunggal
a.  Ornamen bentuk empat sayap pada bagian atas tiang utama

Ornamen ukiran empat sayap ini merupakan manifestasi simbol dari empat nafsu yang ada dalam diri manusia dalam terminologi tasawwuf. Keempat nafsu tersebut dikenal oleh para mistikus sufi jawa dengan istilah nafsu lawwamah, mutmainah, sopiah, dan amarah, sesuai yang disebutkan dalam al-Qur’an. Empat nafsu yang selalu bertarung dan memengaruhi watak manusia.

b.  Ornamen ukiran ‘mim dal’ pada tubuh tiang utama

Simbolisasi makna ukiran ‘mimdal’ yang dimodifikasi sesuai dengan pola hias ukiran jawa merupakan kependekan dari nama “Muhammad SAW” yang diiterprestasikan bahwa nabi Muhammad merupakan tiang utama ajaran agama Islam dan penghubung manusia pada pengetahuan akan Tuhannya.[4]

c.   Ornamen ukiran ‘putri mirong’ pada bagian bawah tiang utama

Ukiran ‘putri mirong’ atau yang disebut juga dengan istilah ‘maejan’ dalam bahasa Indonesia berarti ‘nisan’ simbolisasi ini merupakan perwakilan simbol yang bermakna asal muasal kejadian dan kematian manusia sebagai sesuatu yang bersifat pasti bagi setiap makhluk hidup, sehingga dengan melalui simbolisasi ukiran ini diharapkan manusia tidak lalai akan kehidupan sejatinya kelak di alam akhirat.[5]

d.  Ukiran ‘sunduk jaler melati’ pada bagian atas dan puncak tiang utama

Pada ragam ornamen ini secara harfiah ukiran ini terdiri dari tiga kata yang membentuk suatu istilah yaitu: sunduk yang berarti pucuk atau puncak, jaler atau menjalar[6], dan melati sebagai perwujudan dari sifat baik.

Secara maknawi ukiran ini memberikan metafora makna bahwa tujuan yang baik  haruslah dilandasi dari niat yang baik dan ditempuh (menjalar) dengan cara yang baik pula, sehingga dapat mencapai puncak keberhasilannya sesuai dengan apa yang dicita-citakan.[7]
3.  Unsur Perlengkapan Masjid
a.  Mihrab

Mihrab sebagai tempat imam shalat, pada bagian dalam Masjid Saka Tunggal dibuat dengan sederhana sesuai dengan corak masjid yang kental dengan nuansa tasawwuf, dimana kesedarhanaan mihrab yang ada pada masjid ini memberikan ajaran moral kepada pemimpin bagi suatu komunitas masyarakat yang ada untuk berperilaku secara baik dan sederhana.

b.  Tongkat Khutbah

Tongkat khutbah pada masjid saka tunggal terbilang masih orisinil sejak berdirinya masjid tersebut hingga saat ini. Selain salah satu sunnah yang diajarkan oleh Rasullulah SAW bagi orang yang menjadi khatib tongkat khutbah juga merupakan sebuah simbolisasi amanah yang harus di jaga dan dilaksanakan dengan baik dan hati-hati.

c.   Mimbar Khutbah

Pada mimbar khutbah masjid saka tunggal terdapat ukiran dua buah surya mandala yang cukup unik, mengingat ukiran tersebut lazimnya digunakan pada bangunan-bangunan yang memiliki ikatan politik dan budaya dengan kraton Wilwatikta (Majapahit).

Internalisasi simbol ini, diidentikan dengan dua buah pedoman yang harus ditaati oleh setiap muslim yang ada dalam mengarungi kehidupannya di dunia agar dapat memperoleh ‘sinar’ keselamatan dari Allah SWT baik pada saat masih di alam dunia ataupun di akhirat kelak, namun menurut pernyataan dari sesepuh serta juru kunci Masjid Saka Tunggal.

Kedua surya manadala pada tempat mimbar Masjid Saka Tunggal juga dapat bermakna pula sebagai representasi simbol perwujudan dari “Syari’at” dan “Adat” sebagai identitas masyarakat Cikakak yang harus dipegang teguh dan dilestarikan kedua-duanya.

d.  Tempat Wudhu

Keberadaan dari tempat wudlu ini merupakan salah satu syarat fungsional dibangunnya sebuah masjid. Tempat wudlu, sebagai tempat untuk mensucikan diri dari segala kotoran (hadts kecil ataupun besar) atau yang dalam terminologi Jawa juga disebut pesucen merupakan simbolisasi purifikasi (pemurnian) kembali jiwa manusia agar kembali sesuai dengan fitrahnya.

e.  Bedug dan Kentongan

Keberadaan bedug dan kentongan pada ciri masjid Jawa pada umumnya dan Masjid Saka Tunggal khususnya merupakan satu-satunya unsur alat perlengkapan masjid yang keberadaannya diadaptasi dari pengaruh budaya lokal setempat.

Sehingga hal ini menjadikan masjid dengan gaya arsitektur Jawa memiliki kekhasan ciri yang membedakannya dengan masjid lain[8]. Pada aspek aplikasinya bedug dan kenthong digunakan sebagai tanda masuknya waktu shalat sedangkan adzan dalam pengertian masyarakat setempat sebagai tanda akan dimulainya shalat (seruan untuk shalat).

Dari unsur-unsur tersebut, maka dapat diketahui bahwa pendirian Masjid Saka Tunggal Cikakak pada era penyebaran agama Islam bukan hanya sebagai sarana penunjang kegiatan peribadatan komunitas muslim yang ada pada saat itu.

Tetapi juga sebagai media komunikasi simbolik para penyebar agama Islam kepada masyarakat lokal dalam upaya pengenalan dan pentransferan nilai-nilai religius serta kebudayaan baru sesuai dengan tingkat kemajuan budaya, serta kemampuan masyarakat lokal dalam menyerap segala informasi tersebut.[9]

Sehingga asimilasi nilai baru tersebut melalui akulturasi budaya dapat terserap dengan cepat dan diadaptasi dengan mudah oleh masyarakat setempat.
Semoga bermanfaat..

Salam Hangat Jotako7
Jurnal Of Trust And Kaleidoscopic Obsession
Jujur Omongane, Tawadhu’ Akhlake, Kualitas Obrolane




[1] “Konsep tentang perjalanan spiritual manusia melalui syari’at, thariqat, hakikat sebagai sarana perjalanan manusia menuju makrifat dan penyatuan  seorang hamba (nyawiji) dengan ridlo Tuhannya yang khas dengan nuansa ajaran tasawwuf wahdatul wujud dapat dilihat pada salah satu manuskrip kuno peninggalan era penyebaran agama Islam pada masa lampau yang kini masih tersimpan di dalam  ruang utama shalat masjid Saka Tunggal Cikakak” pen.
[2] “Menurut Anton Bakker, Arsitektur bangunan tempat ibadah secara substansial merupakan sebuah perwujudan antara komunikasi manusia dengan Tuhan pencipta dan substansi kosmis tempat manusia mengkomunikasikan diri menurut seluruh keberadaan manusia dan segala benda yang ada” Laksmi G Siregar, Makna Arsitektur; Suatu Refleksi Filosofis, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2008),hlm. 130.
[3]  “Wawancara dengan Bapak Bambang Juhari pada tanggal 16 Januari 2013.
[4] Tim Pembaharuan dan Penerbitan Mushaf al-Qur’an Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, “Buku Panduan Ilustrasi Mushaf Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat” (Bogor: Penerbit Lembaga Percetakan al-Qur’an Kementrian Agama RI, 2011), hlm. 30.
[5] Tim Pembaharuan dan Penerbitan Mushaf al-Qur’an Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Buku Panduan Ilustrasi Mushaf Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, (Bogor: Penerbit Lembaga Percetakan al-Qur’an Kementrian Agama RI, 2011), hlm. 30.
[6]  http/ Masjid_Soko_Tunggal.htm.
[7]  wiki arsitektur islam_files/wiki arsitektur islam.htm
[8] Yulianto Sumalyo, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah…, hlm. 507.
[9] Laksmi G Siregar, Makna Arsitektur; Suatu Refleksi Filosofis..., hlm. 110-111.

Post a Comment for "Pesan Moral pada Simbol-Simbol Arsitektur Masjid Saka Tunggal"